Suap Rp 1,9 M yang Diterima Brotoseno dan Kompol D Buat Bantu Dahlan Iskan
Mulai muncul titik terang mengenai kasus suap Rp 1,9 miliar yang diterima AKBP Brotoseno, Kepala Unit Tipikor Bareskrim Polri.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulai muncul titik terang mengenai kasus suap Rp 1,9 miliar yang diterima AKBP Brotoseno, Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Kanit Tipikor) Barekrim Polri, dan Kompol D.
Suap tersebut diberikan seorang pengacara berinisial HR untuk kepentingan kliennya, Dahlan Iskan, terkait penyidikan kasus korupsi pencetakan sawah di Kalimantan Barat.
Suap dimaksudkan agar Brotoseno dan Kompol D, sebagai penyidik Bareskrim Mabes Polri memperlambat proses pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan, yang kini juga dijaring sebagai tersangka kasus korupsi penjualan aset Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Jawa Timur.
Oleh karena itu penyidik berencana memanggil Dahlan Iskan sebagai saksi kasus suap itu.
Bareskrim Polri bakal memeriksa DI, saksi di kasus cetak sawah di Kalimantan tahun 2012-2014 yang sampai saat ini masih ditangani Bareskrim.
"Nanti setelah kasusnya dilimpahkan ke Bareskrim, yang bersangkutan (Dahlan Iskan) akan diperiksa," ucap Karo Penmas Mabes Polri, Kombes Rikwanto, di Jakarta, Jumat (18/11).
Menurut Rikwanto, uang suap diberikan agar AKBP Brotoseno dan Kompol D memperlambat proses pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan sebagai saksi kasus pencetakan sawah di Kalimantan Barat.
Harapannya, Dahlan Iskan masih bisa bepergian ke luar negeri untuk urusan bisnis dan pengobatan.
Menurut pengakuan HR, pemberian uang itu merupakan inisiatif dirinya sendiri.
"Uang itu menurut HR, uang pribadi dia. Selain itu tindakan tersebut atas inisiatif dia," katanya.
Rikwanto menambahkan uang Rp 1,9 miliar sudah disita penyidik. Menurutnya, temuan bermula dari penangkapan Kompol D yang kemudian mengungkap keterlibatan AKBP Brotoseno.
"D mengakui menerima sejumlah uang yang merupakan suap dari pengacara HR. D tidak sendiri tapi bersama BR (Brotoseno) yang sama-sama anggota Polri. Dari hasil pemeriksaan, D dan HR mengakui uang suap Rp 1,9 miliar terkait perkara cetak sawah di Kalimantan 2012-2014," kata Rikwanto.
Uang suap diberikan melalui perantara berinisial LM. Jumlah uang suap yang dijanjikan berjumlah Rp 3 miliar namun baru dibayar Rp 1,9 miliar.
"Dua anggota (polisi) inisial D dan BR kami kenakan UU Internal yaitu pelanggaran kode etik dan profesi pasal 7 dan 13. Dalam ketentuan itu disebutkan setiap anggota Polri wajib menjaga citra Polri, dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima gratifikasi," ujar Rikwanto.
Mengakui Perbuatan
Setelah selesai menjalani proses internal, Brotoseno dan Kompol D diserahkan kepada Bareskrim.
AKBP Brotoseno saat ini ditahan di Polda Metro Jaya, Kompol D menghuni tahanan Polres Jakarta Selatan, sedangkan pengacara HR dan perantara LN menempati sel tahana di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar, mengungkapkan penangkapan terhadap Kompol D dan AKBP Brotoseno dilakukan terpisah.
Dari tangan Kompol D ditemukan uang Rp 150 juta, sedangkan dari AKBP Brotoseno Rp 1,7 miliar.
"Kompol D ditangkap di mess, sedang AKBP BR ditangkap di rumahnya," ucap Boy Rafli Amar.
Menurutnya, dua perwira menengah tersebut mengakui perbuatannya dan bersikap kooperatif.
Brotoseno dikenal sebagai kekasih Angelina Sondakh (Angie), mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Kini Angie saat ini menjalani hukuman 10 tahun penjara di Rutan Pondok Bambu, Jakarta, terkait kasus kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang.
Terkait kasus korupsi cetak sawah BUMN 2012, pada Kamis (10/11/2016) lalu Bareskrim memeriksa Dahlan Iskan sebagai saksi.
Pemeriksaan dilakukan di Polda Jatim karena sejak akhir Oktober lalu, Dahlan berstatus tahanan kota, terkait kasus korupsi penjualan aset BUMD Provinsi Jatim yang ditangani Kejaksaan Tinggi Jatim..
Dahlan turut diperiksa karena saat menjadi Menteri BUMN merupakan inisiator proyek pengadaan lahan sawah di Kalimantan Barat, 2012 hingga 2014. Kontrak cetak sawah itu diduga fiktif dan merugikan negara.
Ada 7 BUMN yang menyetorkan sejumlah uang berkisar Rp 15 miliar- Rp100 miliar untuk proyek tersebut.
Setiap BUMN mendapat dua persen keuntungan dari uang yang disetorkan.
Atas kasus ini, Bareskrim menetapkan satu tersangka yakni Direktur Utama PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin. Dalam proyek itu, Upik sebagai Ketua Tim Kerja BUMN Peduli 2012. (tribunnetwork/theresia/rizal/acoz)