Brotoseno Terima Uang Hampir Rp 3 Miliar Terkait Pemeriksaan Dahlan Iskan
Saat ditanya lebih lanjut perihal dugaan pelanggaran yang dilakukan Dahlan Iskan terkait proyek BUMN, Martinus enggan menjawab. "Itu substansi penyidi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Saber Pungli tak sembarangan menangkap AKBP Raden Brotoseno. Selain barang bukti uang Rp1,75 miliar yang diterima, AKBP Brotoseno sempat bertemu perantara pemberi suap, Leksi alias Lexi M Budiman.
Mereka pun membahas rencana pemeriksaan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebelum hari penyerahan uang. Dahlan hendak diperiksa lantaran dianggap berperan dalam proyek cetak 100 hektar lahan sawah di Ketapang, Kalimantan Barat.
"Sudah ada (pertemuan dan komunikasi). Makanya keluar uang itu," jelas Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul kepada Tribun, di Jakarta, Rabu (23/11).
Martinus menerangkan, pada saat Brotoseno ditangkap tanggal 11 November, Satgas juga mengamankan barang bukti uang sebesar Rp1,75 miliar. Tim juga menangkap rekan Brotoseno, Kompol Dedi alias DSY dengan barang bukti uang Rp150 juta.
Sedangkan dari tangan Lexi M Budiman, Satgas menyita barang bukti sisa uang sebesar Rp1,1 miliar.
Uang tersebut berasal dari pengacara bernama Haris Arthur Haedar yang kemudian juga ditangkap Satgas. Haris saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Peradi dan menjadi tim pengacara coorporate perusahaan media milik mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.
Pemberian uang hampir Rp 3 miliar diduga pelicin atas bantuan AKBP Brotoseno yang waktu itu menjabat Kanit III Subdit III Dit Tipikor Bareskrim, terkait recana pemeriksaan Dahlan Iskan.
Kasus yang disidik Brotoseno Cs yakni dugaan korupsi cetak sawah Kementerian BUMN 2012-2014 di Ketapang, Kalimantan Barat. Kasus cetak sawah ini sudah ditetapkan tersangkanya yakni Direktur PT Sang Hyang Seri yang juga Asisten Deputi Kementerian BUMN, Upik Rosalina Wasrin.
Proyek cetak sawah Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Dahlan Iskan bernilai Rp317 miliar. Dana proyek bersumber dari urunan dana CSR (corporate Social Responsibility) tujuh perusahaan BUMN. Yakni Perusahaan Gas Negara, Pertamina, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, PT Asuransi Kesehatan, PT Sang Hyang Seri dan Hutama Karya.
Namun dalam pelaksanaannya, proyek tersebut mangkrak dan sebagian besar diduga fiktif. Hanya teralisasi 100 hektare dari rencana proyek seluas 100 ribu hektare. Diduga ada kerugian negara sekitar Rp208,64 miliar dari proyek itu.
"Begini. Dahkan Iskan kan mau dipanggil untuk pemeriksaan. Kemudian, ditunda-tunda. Lalu, ada seseorang (LMB) berkomunikasi dengan Kompol D, dia temannya LMB. Lalu, Kompol D memperkenalkan AKBP Brotoseno kepada dia (LMB). Dan di sini lah terjadi satu dugaan pelanggaran terkait perkara dan pemeriksaan. Setelah bertemu dan ada komunikasi, penyerahan uangnya ke AKBP BS melalui Kompol D," beber Martinus.
Martinus menceritakan, Direktorat III Bareskrim Polri sudah menyelidiki dugaan korupsi proyek cetak sawah Kementerian BUMN ini sejak awal 2015.
Dan penyidikan di bawah AKBP Brotoseno mulai dilaksanakan sejak April 2015, dengan menetapkan Upik Rosalina Wasrin sebagai tersangka.
Berkas perkara Upik Rosalina Wasrin tak kunjung lengkap atau P-21 lantaran perlu adanya keterangan dari beberapa saksi, di antaranya mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan selaku Pengguna Anggaran.
Keterangan Dahlan Iskan juga diperlukan lantaran dalam pengembangan kasus tersebut ada saksi yang menyebutkan dugaan peran keterlibatannya.
"Dalam kaitan penyidikan kasus ini, penyidik menemukan bahwa ada peran dari Menteri BUMN saat itu sehingga dilakukan pemeriksaan kepada Menteri BUMN pada saat itu. Sebab, itu adalah proyek BUMN, tentu penyidik beranggapan ada peran yang ditampilkan oleh Menteri BUMN itu diperlukan keterangannya," papar Kombes Martinus.
Saat ditanya lebih lanjut perihal dugaan pelanggaran yang dilakukan Dahlan Iskan terkait proyek BUMN, Martinus enggan menjawab. "Itu substansi penyidikan. Ini kan disimpan dulu untuk dikembangkan. Tapi, yang pasti penyidik memiliki, katakanlah petunjuk baru," lanjutnya.
Profesional
Kombes Martinus meyakinkan bahwa tim penyidik yang menangani kasus suap Brotoseno dan Kompol DSY akan independen dan profesional.
Apalagi, penyidik dalam pengawasan Satgas Saber Pungli dengan pimpinan Irwasum Komjen Pol Dwi Priyatno, Kabareskrim hingga Direktur III Tipikor dan Kasubdit juga turun langsung mengawasi penyidikan kedua pamen tersebut.
"Atasan penyidik itu sifatnya hanya mengawasi pelaksanaan proses itu sudah sesuai koridor belum. Misalnya, saksi A yang diperiksa menyebutkan nama B. B dipanggil enggak setelah dikatakan oleh saksi A? Si B diperiksa enggak? Kalau si B tidak diperiksa, itu tanggung jawab atasan," kata Martinus.
Independensi dan pofesionalisme tim penyidik dibuktikan dengan mempidanakan Kompol DSY kendati ia hanya berperan sebagai orang yang memperkenalkan perantara pemberi suap, Lexi Budiman dan AKBP Brotoseno. (tribunnews/coz)