Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Perbedaan Kasus Ahok dengan Kasus Lia Eden dan Ahmad Musadeq

Sementara itu, dalam kasus Ahok, titik beratnya pada pendapat ahli mengenai ucapannya.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Ini Perbedaan Kasus Ahok dengan Kasus Lia Eden dan Ahmad Musadeq
zimbio
Asep Iwan Iriawan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan mengatakan, penanganan kasus dugaan penistaan agama tidak bisa disamaratakan.

Ia mengambil contoh kasus yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ia lantas membandingkannya dengan kasus Lia Eden dan Ahmad Musadeq yang merupakan terpidana kasus penistaan agama.

"Karena punya karakteristik sendiri. Ahok yang dipermasalahkan pernyataannya, bukan perbuatan seperti Musadeq dan Lia," ujar Asep dalam diskusi di Jakarta, Kamis (24/11/2016).

Asep mengatakan, dalam kasus Musadeq dan Lia, masyarakat bisa melihat secara kasat mata dan menilai bahwa perbuatannya telah menistakan agama.

Sementara itu, dalam kasus Ahok, titik beratnya pada pendapat ahli mengenai ucapannya.

Dalam gelar perkara diketahui bahwa ahli tidak satu suara menganggap ucapan Ahok termasuk penistaan agama atau tidak.

BERITA TERKAIT

Oleh karena itu, ia meminta publik bersabar menunggu proses ini bergulir ke pengadilan.

"Hakim harus berpatokan pada alat bukti, termasuk saksi dan ahli bahwa pernyataan Ahok penodaan agama atau bukan," kata Asep.

Publik mendesak agar Ahok segera ditahan.

Namun, Asep menilai penahanan seseorang merupakan kewenangan penyidik.

Terlebih lagi ada alasan subyektif dan obyektif dalam melakukan penahanan.

"Apakah selalu ditahan? Belum tentu. Penyidik sudah jelaskan, jangan paksakan kehendak," kata dia.

Aturan mengenai penahanan tertera dalam Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Iwan mengatakan, ketiga hal tersebut merupakan alasan subyektif.

Sementara itu, ada hal obyektif lainnya yang harus dipenuhi.

Sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih.

Dengan kata lain, kata Iwan ada pertimbangan bagi penyidik untuk tidak melakukan penahanan jika tak memenuhi unsur-unsur di atas.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas