Tersangka Kasus Suap Merasa Jadi Korban Pemerasan Oknum Pejabat Ditjen Pajak
Menurut Tommy, Rajamohanan ditekan oleh oknum tersebut agar mau membayar sejumlah uang dalam kasus tunggakan pajak PT. E.K Prima Ekspor Indonesia.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Country Director PT E.K Prima Ekspor Indonesia R. Rajamohanan Nair, Tommy Singh membantah jika kliennya disebut sebagai pelaku dugaan suap terhadap pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Justru, kata Tommy, Rajamohanan merupakan korban pemerasan oknum pejabat Ditjen Pajak.
Menurut Tommy, Rajamohanan ditekan oleh oknum tersebut agar mau membayar sejumlah uang dalam kasus tunggakan pajak PT. E.K Prima Ekspor Indonesia.
Tunggakan pajak PT. E.K Prima Ekspor Indonesia diketahui sebesar Rp 78 miliar dari Surat Tagihan Pajak (STP) pada 2013-2014.
"Klien kami menjadi korban tindakan yang kita indikasikan sebagai pemerasan oleh oknum dari kantor pajak," kata Tommy di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Tommy menuturkan, salah satu tekanan yang dilakukan oknum pejabat Ditjen Pajak tersebut, yakni menolak upaya tax amnesty yang akan dilakukan PT. E.K Prima Ekspor Indonesia.
Menurut Tommy, Rajamohanan sempat akan mengikuti program tax amnesty terkait kewajiban pajak yang dimiliki perusahaannya.
Namun upaya yang akan dilakukan rentang Agustus-September 2016 itu disebut akan ditolak oleh oknum pegawai Ditjen Pajak.
"Sekitar bulan September atau Agustus, klien kami sudah melakukan upaya tax amnesty. Tetapi sebelum melakukan tax amnesty, oknum pajak sudah mengatakan 'kami akan menolak tax amnesty'," tutur Tommy.
Tommy menuturkan, kliennya sudah mengajukan surat pengaduan ke pemerintah terkait pemerasan yang terjadi.
Namun, hingga tertangkap tangan KPK, belum ada langkah konkret pemerintah melindungi PT. E.K Prima Ekspor Indonesia dari pemerasan tersebut.
"Ada satu surat ke Ditjen Pajak dari klien kami menyatakan persoalan ini kok dipersulit betul. Kenapa tidak ditanggapi, tidak ada upaya perlindungan atau klarifikasi yang konkret. Surat tersebut bahkan sudah sampai ke presiden," ujar Tommy.
Untuk itu, Tommy dalam waktu dekat akan menemui tim reformasi pajak bentukan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Hal itu, kata Tommy, dimaksudkan untuk menjelaskan persoalan yang menjerat Rajamohanan lebih rinci.
"Sehingga kami dalam waktu dekat juga akan menemui tim reformasi pajak yang dibentuk oleh Ibu Menteri menjelaskan semua persoalan yang ada secara detil," kata Tommy.
Sebelumnya, KPK menangkap tangan Rajamohanan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Senin (21/11/2016) malam.
Rajamohanan ditangkap bersama Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno ketika melakukan transaksi suap di kediamannya di Springhill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta.
Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.
Dalam OTT, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar. Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.
Status Rajamohanan dan Handang saat ini telah ditingkatkan menjadi tersangka.
Rajamohanan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Handang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan huruf (b) serta Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.