Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dagar dan Carlim Terpaksa Kosongkan Kolom Agama di KTP

Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah kasus diskriminasi pelayanan publik, salah satunya dalam pembuatan KTP elektronik.

Penulis: Yurike Budiman
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Dagar dan Carlim Terpaksa Kosongkan Kolom Agama di KTP
Tribunnews.com/Yurike Budiman
Peserta yang juga pemeluk Penghayat Kepercayaan dalam diskusi Ombudsman Mendengar di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (6/12/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah kasus diskriminasi pelayanan publik, salah satunya dalam pembuatan KTP elektronik.

Seperti yang dialami Dagar Demanra, warga negara Indonesia pemeluk penghayat Ugamo Bangso Batak di Medan, Sumatera Utara, ini misalnya.
 
Ia harus rela keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dikarenakan kantornya meminta dirinya melengkapi KTP-nya dengan mengisi kolom agama sesuai dengan agama yang diakui di Indonesia.

Berawal dari saat ia membuat KTP, Dagar telah melengkapi semua berkas persyaratan dan akan melakukan foto KTP.
 
"Berkas sudah lengkap semua lalu petugasnya bertanya agama saya. Terus saya jawab penghayat," cerita Dagar dalam diskusi "Ombudsman Mendengar" di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (6/12/2016).
 
Karena agama tersebut tak ada di dalam daftar, petugas tak bisa memasukkan penghayat di bagian kolom agama pada KTP sehingga ia memutuskan untuk mengosongkan kolom agamanya di KTP.
 
"Setelah itu, benar dikosongkan kolom agamanya. Pada kolom agama hanya ada tanda garis setrip," kata Dagar.
 
Hal ini yang membuat dirinya harus keluar dari kantornya.
 
"Dengan berat hati saya meninggalkan perusahaan itu karena tidak mau mengganti agama," tuturnya.
 
Hal serupa juga dialami Carlim, seorang penghayat Sapta Darma yang terpaksa mengosongkan kolom agama pada KTP-nya.

"Untuk KTP sama dengan lainnya, kalau agamanya tidak enam (agama yang diakui) maka tidak dilayani. Jalan pintasnya, kolom agama E-KTP nya dikosongkan dengan konsekuensi dinilai sesat, kafir bahkan PKI," cerita warga Brebes ini.
 
Ia berharap Ombudsman dapat memperjuangkan keberadaan agama Sapta Darma agar diakui oleh Pemerintah.

"Pengikut Sapta Darma juga sudah banyak di seluruh Indonesia," pungkasnya. (*)

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas