Trimedya Panjaitan Minta Kasus Dugaan Makar Selesai Pertengahan 2017
Trimedya mengungkapkan proses cepat pengusutan kasus makar untuk membantah tudingan Polri tebang pilih atau mencari muka di depan Presiden Joko Widodo
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan meminta Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian segera mengusut tuntas kasus dugaan makar dan harus ada target penyelesaian kasus makar.
Trimedya berpendapat waktu penyelesaian kasus dugaan makar itu sampai pertengahan 2017 sehingga tidak mengganggu tahapan pemilu legislatif dan presiden pada 2019.
"Harusnya kasus-kasus yang lain yang dikategorikan makar-makar ini bisa secepat Ahok juga diproses supaya kita cepat mengetahui. Supaya selesai diawal pertengahan tahun depan urusan-urusan begini. Soalnya 2018 kita bisa fokus menghadapi Pileg dan Pilpres serentak," kata Trimedya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/12/2016).
Politikus PDIP itu mengungkapkan proses cepat pengusutan kasus makar untuk membantah tudingan Polri tebang pilih atau mencari muka di depan Presiden Joko Widodo.
"Tadi harusnya ada juga kawan-kawan menanyakan itu kasus-kasus makar supaya tidak salah sangka bahwa itu dipaksakan. Bahwa itu sikap paranoid dari Pemerintah atau juga Kapolri cari muka sama Presiden. Kan bisa macem-macem dugaannya bisa liar, atau tebang pilih. Untuk menjawab itu semua ya dipercepat prosesnya," kata Trimedya.
Trimedya mengatakan penangkapan tersebut merupakan 'pertimbangan' subyektif aparat kepolisian.
Pasalnya, kepolisian telah berkomunikasi dengan GNPF MUI bahwa kegiatan dipusatkan di Monas.
"Walaupun dengan kok pagi-pagi. Alasannya kalau pagi-pagi bisa kondusif. Sebenarnya bisa saja kalau mau pergi gitu. Yang harus dijaga Kapolri kedua jangan ada kesan kita, seperti pada saat rezim Soeharto penangkapan aktivis dilakukan secara represif," kata Trimedya.
Namun, Trimedya mengatakan aparat tidak melakukan cara represif saat penangkapan para aktivis.
"Cuma mengarah ke represif, kedua HAM juga harus dijunjung tinggi. Kita tahu lah makar bahaya dan Polri pasti lah alaasan yg kuat. Paling enggak pasal 184 KUHAP dua alat bukti sudah dipenuhi sehingga berani menetapkan tersangka. Sehingga memang caranya saja perlu dievaluasi oleh pihak Polri," katanya.