Warga Rohingya Belum Menerima Status Kewarganegaraan karena Menolak Disensus
Duta Besar Myanmar untuk Indonesia, Aung Htoo mengatakan ada sejumlah aturan yang memungkinkan etnis Rohingya mengantongi status warga negara Myanmar
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Myanmar sudah berusaha untuk menyelesaikan status kewarganegaraan etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.
Duta Besar Myanmar untuk Indonesia, Aung Htoo mengatakan ada sejumlah aturan yang memungkinkan etnis Rohingya mengantongi status warga negara Myanmar.
Pada tahun 2013 lalu, pemerintah Myanmar sempat menggelar sensus untuk menghitung jumah warga etnis Rohingya, dan memperjelas latar belakang mereka agar proses pemberian status kewarganegaraan mereka bisa lebih mudah. Namun mereka menolak untuk disensus.
"Jadi kita perlu memverifikasi mereka sesuai aturan hukum yang ada di kita," ujarnya kepada wartawan di sela-sela Bali Democracy Forum (BDF) IX, di Westin Resort, Nusa Dua, Jumat (9/12/2016).
Etnis Rohingya di Rakhine State meminta disebut sebagai warga Rohingya. Padahal di daftar etnik yang ada di Myanmar yang jumlahnya 135, tidak ada satupun nama Rokhinya. Oleh karena itu pihaknya tidak bisa menerima permintaan tersebut.
"Mereka bilang mereka tidak akan menerima status kewarganegaraan kalau tidak disebut etnis Rohingya," katanya.
Etnis Rohingya adalah orang-orang yang dibawa oleh kerajaan Inggris antara lain dari wilayah Bangladesh saat ini, saat Myanmar masih dibawah jajahan kerajaan Inggris.
Aung Htoo menyebut dalam catatan Inggris pun mereka tidak disebut sebagai Rohingya, melainkan sebagai suku Benggal.
"Ketika kalian menyebut ada pembersihan etnis, mereka justru menciptakan etnis baru. Jumlah mereka justru meningkat," ujarnya.
Pada tahu 1931 julah mereka hanya sekitar 300 ribu.
Dubes Myanmar mengatakan kini jumlah etnis Rohingya diperkirakan sudah sekitar tiga kali lipatnnya, hingga 1 juta orang di wilayah Rakhine State.