Pejabat Bakamla dan Pengusaha Penyuap Dicokok KPK di Ruang Kerja
Eko Susilo Hadi ditangkap bersama seorang pengusaha di ruang kerja kantor lama Bakamla, diduga seusai serah terima sejumlah uang miliaran rupiah
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama (Deputi Inhuker) Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi, dan tiga pengusaha terjaring Operasi Tangkap (OTT) di dua tempat terpisah di Jakarta, Rabu (14/12/2016) pagi.
Eko Susilo Hadi ditangkap bersama seorang pengusaha di ruang kerja kantor lama Bakamla, diduga seusai serah terima sejumlah uang miliaran rupiah.
"Ditangkap di ruang kerjanya, begitu dia datang masuk, petugas KPK masuk, lalu dibawa dan ruangannya langsung disegel," kata Kepala Bakamla, Laksamana Madya TNI Ari Soedewo, di kantornya, Gedung Perintis Kemerdekaan RI atau Gedung Pola, Jalan Proklamasi nomor 56, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2016) malam.
Menurutnya, Eko Susilo Hadi ditangkap di ruang kerjanya, lantai 1, kantor lama Bakamla, Jalan Jalan Dr Ir Soetomo nomor 11, Pasar Baru, Jakarta Pusat, sekitar pukul 09.00 WIB.
Menurutnya, sebagian anaknya buahnya masih berkantor di kantor lama Bakamla. Namun, sebagian besar pejabat dan staf sudah menempati kantor baru di Gedung Pola sejak 13 Juli 2016.
Ari Soedewo mengaku tidak mengetahui pengusaha yang tengah bersama anak buahnya dan turut ditangkap oleh KPK tersebut. Informasi yang diperolehnya, staf Eko Susilo Hadi bernama Nanda turut dibawa oleh petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Ketiganya dibawa oleh 7 petugas KPK dari ruang kerja tersebut tanpa perlawanan. Sejumlah uang dan mobil milik Eko Susilo Hadi, Toyota Fortuner hitam bernomor polisi B 15 DIL, turut dibawa oleh petugas KPK.
"Kemungkinan dia sudah dipantau duluan. Karena enggak mungkin KPK gegabah. Mereka proses, nangkap pasti ada bukti," ujarnya.
Informasi yang diperoleh Tribun, tiga pengusaha yang terjaring OTT KPK adalah Steven Hardie, M Adami Okta, Danang alias D. Namun, belum ada konfirmasi resmi perihal nama tiga pengusaha tersebut.
Ari Soedewo mengaku belum mengetahui proyek yang membuat Eko Hadi Susilo ditangkap oleh petugas KPK.
Sepengetahuannya, Eko Susilo Hadi berasal dari korps Kejaksaan Agung. Dia dipilih menjadi Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama (Deputi Inhuker) Badan Kemanan Laut (Bakamla; sebelumnya Badan Koordinasi Keamanan Laut/Bakorkamla) sejak empat tahun lalu.
Eko Susilo Hadi merangkap jabatan Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla sejak Mei 2016 karena posisi tersebut kosong.
Menurutnya, ada tiga proyek utama yang berada di bawah kewenangan Eko Susilo Hadi saat menjabat Plt Sestama Bakamla.
Pertama, proyek pengadaan Backbone Coastal Surveillance System senilai Rp 400 miliar yang dimenangkan oleh CMI Technology. Kedua, proyek pengadaan Longrange camera plus tower Rp 102 miliar yang dimenangkan oleh PT Zhasa Putra Deratama. Ketiga, proyek pengadaan Monitoring Satelit Bakamla senilai Rp 402,71 miliar yang dimenangkan oleh PT MeLati Technofo Indonesia.
Ketiga proyek tersebut merupakan proyek untuk pembentukan Pusat Komando dan Informasi Maritim Indonesia yang koordinasi dengan Istana Negara atau Bakamla Integrated Information System (BIIS).
Selain tiga proyek tersebut, ada satu proyek yang terintegrasi dengan BIIS adalah pengadaan 2 system Unmanned Air System/Drone senilai Rp 580,4 miliar yang dimenangkan proyek oleh PT Merial Esa.
"Yang jelas dia tertangkap tangan dan di situ ada bukti. Saya mesti dalami mana-mana (proyek) yang kira-kira dijanjikan. Karena kalau dilihat proyek-proyek untuk 2016 itu seharusnya sudah selesai pada Desember ini. Jadi, proyek-proyeknya sedang berjalan," jelasnya.