Komentar Kejagung Soal Penangkapan Jaksa yang Bertugas di Bakamla
Selama menjadi jaksa aktif, kata Rum, Eko tak pernah tercatat melakukan pelanggaran etik maupun profesi.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengakui bahwa Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Eko Susilo Hadi merupakan jaksa yang ditugaskan di Badan Keamanan Laut RI.
Namun, ia enggan mengomentari soal kasus yang menjerat Eko di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kita tidak ikut campur tugas dia di Bakamla. Makanya tidak mau komentar karena tidak tahu tugasnya," ujar Rum kepada Kompas.com, Kamis (15/12/2016) malam.
Selama menjadi jaksa aktif, kata Rum, Eko tak pernah tercatat melakukan pelanggaran etik maupun profesi.
Rum mengatakan, apapun yang dilakukan Eko selama di Bakamla tak ada kaitannya dengan kejaksaan. Apalagi status Eko kini adalah jaksa nonaktif.
Kejaksaan, kata dia, juga tak berwenang melakukan pemeriksaan internal sebagaimana kasus-kasus jaksa yang disidik KPK sebelumnya.
"Kan Bakamla ada internalnya pengawasnya. Untuk tugas dia lepas sepenuhnya di Bakamla, kita tidak bisa atur kerjaan Bakamla," kata Rum.
Sejak Eko ditangkap tangan, Rum menyebut tak ada koordinasi yang dilakukan Kejaksaan Agung dengan Bakamla.
Kejaksaan, kata dia, menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada Bakamla dan KPK. "Dia kita tugaskan di Bakamla untuk kelola Bakamla. Dia juga kerjakan tugasnya di luar kejaksaan," kata Rum.
Kepala Badan Keamanan Laut Laksamana Madya Ari Soedewo menyebut Eko merupakan pegawai yang berasal dari Kejaksaan dan merangkap sebagai pelaksana tugas Sestama selama tujuh bulan.
Ari menuturkan, sebagai Plt Sestama, Eko menjadi kuasa pengguna anggaran pengadaan barang di lingkungan Bakamla.
Saat ini Bakamla sedang mengerjakan beberapa proyek pembangunan di beberapa daerah. Nilai anggaran dalam seluruh proyek tersebut berjumlah Rp 400 miliar.
"Yang pasti yang bersangkutan ditangkap tangan, di situ ada bukti. Saya masih dalami proyek mana, karena proyek-proyek untuk 2016 sampai akhir Desember harus sudah selesai, ada juga yang sedang berjalan," kata Ari.
KPK menangkap tangan Eko Susilo seusai menerima uang dari dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia, Adami Okta dan Hardy Stefanus.
Dalam penangkapan itu ditemukan uang Rp 200 miliar dalam mata uang dollar AS dan dollar Singapura.
Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, uang yang ditemukan petugas KPK tersebut diduga terkait pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla.
Anggaran proyek senilai Rp 200 miliar itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Dalam kasus ini, Eko Susilo merupakan pelaksana tugas Sekretaris Utama Bakamla, yang diberikan kewenangan sebagai kuasa pengguna anggaran.