Hanya Empat Parpol Yang Bisa Dinilai Niatnya Untuk Keterbukaan
Partai tersebut adalah Partai Gerindar, Partai Hanura, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Dari penilaian terhadap keterbukaan infomasi yang digelar Komisi Informasi Pusat (KIP) terhadap partai politik (Parpol), hanya empat partai yang bisa dinilai tingkat keterbukaannya. Partai tersebut adalah Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Padahal ada sepuluh partai yang lolos ke parlemen dan menerima uang dari negara. Menurut Ketua KIP, John Fresly, dari sepuluh partai yang diberikan kesempatan untuk membuktikan tingkat keterbukannya, hanya empat partai tersebut yang merespon.
"Parpol lainnya itu kurang tunjukan respon, dimana baru pada tahapan pertama yg mereka diberi kuisioner itu tidak merespon secara baik. Sehingga tidak mungkin dilanjutkan lagi ke tahap kedua," ujarnya kepada wartawan, usai acara pengaugerahaan keterbukaan informasi, yang digelar di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).
Dari hasil verifikasi KIP partai Gerindra mendapat nilai paling tinggi, yakni 25,97, disusul Partai Hanura (17,94), PKS (16,73) dan PAN (10,70). Sementara enam partai lainnya tidak bisa dinilai tingkat keterbukaannya, karena tidak merespon.
Instrumen pengukuran yang digunakan KIP adalah Undang-Undang No. 14 tahun 2008, tentang Keterbukaan Informasi Publik, di mana di dalamnya diatur soal kewajiban keterbukaan informasi bagi lembaga seperti parpol.
Dari penelusruan KIP, kesalahan fatal yang dilakukan keempat parpol yang berhasil diteliti tingkat keterbukaannya, adalah tidak memiliki pejabat khusus untuk keterbukaan infomasi.
"Mereka tidak secara khusus melayani permintaan informasi. Juru bicara saja tidak cukup,"terangnya.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang sempat menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, mengakui bahwa sistem yang diterapkan di setiap partai tidak sama. Menurutnya partai juga terlalu disibukan oleh intrik politik, sehingga tidak lagi sempat mengurus keterbukaan informasi.
"Mungkin terlalu asik untuk kongres, munas, jadi tidak dilaporkan," katanya.
Wakil Presiden mendorong agar parpol mau lebih terbuka dalam urusan informasi, terutama karena mempertimbangkan partai menggunakan anggaran dari negara. hal-hal yang menyangkut penggunaan uang negara itu kata dia harus dibuat transparan.