Ini Penjelasan Bahwa Nakhoda Kapal Tak Boleh Kabur Meninggalkan Penumpang dalam Kondisi Bahaya
Mengapa nakhoda yang meninggalkan kapal di tengah musibah menjadi sorotan ?
Editor: Yudie Thirzano
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nakhoda Kapal penumpang Zahro Express menjadi sorotan setelah peristiwa kebakaran yang menewaskan puluhan penumpangnya. KM Zahro Express terbakar saat dalam perjalanan menuju Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, Minggu (1/1/2017) pukul 09.24 WIB.
Kementerian Perhubungan akan memeriksa dan evaluasi kembali sikap nahkoda dan ABK yang meninggalkan kapal lebih dulu daripada penumpangnya. Jika benar hal tersebut terjadi, maka izin operasinya akan dicabut.
Sejumlah penumpang yang selamat melihat nakhoda meninggalkan kapal saat penumpang tengah berjuang menyelamatkan diri.
Baca: YLKI: Kecelakaan Kapal Zahro Akibat Fenomena Ojek Kapal
Mengapa nakhoda yang meninggalkan kapal di tengah musibah menjadi sorotan ?
Berikut ini fakta tentang nakhoda menurut ketentuan perundangan di Indonesia:
1. Dalam Kitab Undang undang Hukum Dagang (KUHD), definisi Nakhoda ialah orang yang memimpin kapal. (KUHD 341d, 342 dst., 397, 399, 408 dst., 427 dst.)
2. Pada Pasal 342 tertulis: Nakhoda wajib bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. (KUHD 373.)
3. Pada Pasal 343 tertulis: Nakhoda wajib menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan pengangkutan muatannya.
Ia tidak akan melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya untuk melaksanakan itu memenuhi syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal secukupnya. (KUHD 341, 344 dst., 367 dst., 371, 431.)
4. Pada Pasal 345 tertulis: Nakhoda tidak boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya mengancam, kecuali bila ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh ikhtiar penyelamatan diri. (KUHD 341d; KUHP 468.)
Nakhoda dalam UU no 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran:
5. Definisi Nakhoda dalam UU no 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran ada di Pasal 1 poin 41: Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pemimpin tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pada Pasal 138 ayat 1 tertulis: Nakhoda wajib berada di kapal selama berlayar.
7. Pada Pasal 244 tertulis: Nakhoda wajib melakukan tindakan pencegahan dan penyebarluasan berita kepada pihak lain apabila mengetahui di kapalnya, kapal lain, atau adanya orang dalam keadaan bahaya.
8. Pada Pasal 247 tertulis: Nakhoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib mengambil tindakan penanggulangan, meminta dan/atau memberikan pertolongan, dan menyebarluaskan berita mengenai kecelakaan tersebut kepada pihak lain.
Seperti diberitakan, dari laporan penumpang Kapal Zahro Express yang selamat, nahkoda dan anak buah kapal (ABK) melarikan lebih dulu saat kebakaran terjadi. Sedangkan para penumpangnya ditinggal tanpa ada upaya penyelamatan.
Terkait hal itu, Kementerian Perhubungan akan memberi hukuman kepada nahkoda dan ABK yang meninggalkan penumpang begitu saja saat terjadi kebakaran di KM Zahro Express.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono, nahkoda yang baik seperti di film Titanic, yakni meninggalkan kapal paling terakhir setelah semua penumpang dan ABK keluar.
"Kalau nahkoda lompat duluan itu bukan seorang nahkoda. Nahkoda itu paling belakang, seperti kapal Titanic," ujar Tonny di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Minggu (1/1/2017).
Kementerian Perhubungan akan memeriksa dan evaluasi kembali sikap nahkoda dan ABK yang meninggalkan kapal lebih dulu daripada penumpangnya. Jika benar hal tersebut terjadi, maka izin operasinya akan dicabut. "Jika terjadi kejadian tersebut kita cabut lisensi dia tidak boleh berlayar lagi," ungkap Tony.
Tony menambahkan, sebelum izin nahkoda kapal Zahro Express dan ABK dicabut, mereka akan disidang di Mahkamah Pelayaran.
Selain dicabut izinnya, mereka juga akan mendapat hukuman dari Kementerian Perhubungan. "Akan disidang di Mahkamah Pelayaran siapa yang bersalah dan siapa yang berbuat dapat hukuman setimpal," tegas Tony.
Sebelumnya diberitakan Tribunnews.com, Kepala Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Seribu, Edi Rudiyanto mengaku anak buah kapal (ABK) tersebut mengetahui ada asap keluar dari mesin kapal.
Namun, kata dia, ABK itu bukan memberitahu para penumpang, malah berupaya menyelamatkan diri sendiri. "ABK tahu ada asap tebal dari mesin, mereka yang seharusnya memberi informasi kepada penumpang malah berupaya menyelamatkan sendiri," kata dia.
Mental Ksatria Pelaut
Sementara itu seorang pelaut Indonesia Capt. Addy Novandy, berharap kejadian musibah ini, agar sesama rekan-rekan pelaut terutama Senior rank golongan Perwira Officer/Engineer hingga Nakhoda untuk benar-benar melakukan pengecekan kelaiklautan kapalnya meningkatkan keselamatan pelayaran.
"Dengan Pre Departure dan Post Arrival Check List pada semua permesinan, alat bantu dan navigasi, LSA (Live Saving Appliance) dan FFE sesuai standard manajemen system perusahaan masing-masing, bernavigasi secara aman, efektif & efisien"," ujar Addy Novandy.
Selain itu para pelaut diimbau agar terus bertindak dan berpikir sesuai aturan/hukum maritim, memiliki Good Seamanship/kecakapan pelaut, berkoordinasi/komunikasi dengan pihak-pihak terkait, bertindak sesuai Prosedur Darurat yang berlaku termasuk Contigency Plan!
Addy mengimbau instansi pendidikan Pelayaran Indonesia UPT Diklat SDM Kemenhub, hendaknya memperbaiki mental dan mutu pendidikan calon-calon pelaut terutama Perwira Pelayaran agar jangan hanya dibekali Ilmu Kemaritiman saja namun pembinaan kedisiplinan pendidikan semimiliter kepelautan lebih ditingkatkan.
"Agar adik-adik para calon Perwira itu nantinya berjiwa ksatria, berkarakter mulia, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kemanusiaan demi keselamatan jiwa crew dan penumpang, muatan, kapal dan lingkungan," ujar nakhoda asal Surabaya itu.