Bersama Hollaback! Jakarta, Para Perempuan Melawan Fenomena Pelecehan
Pengalaman street harassment atau pelecehan seksual pernah dialami oleh setiap perempuan, namun tidak semua berani melawan dan melaporkan kejadiannya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengalaman street harassment atau pelecehan seksual pernah dialami oleh setiap perempuan, baik di jalan, angkutan umum maupun ruang-ruang publik. Namun, tidak semua perempuan berani melawan dan melaporkan kejadian yang mereka alami.
Komnas perempuan menyebut, penyebabnya pelecehan masih dianggap hal yang biasa di lingkungan masyarakat.
Atas kondisi itu, Anggie Kilbane bersama Fitri Mayang Sari tidak berdiam diri. Keduanya menggagas gerakan Hollaback.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Seperti yang dialami Via, seorang pelajar pengguna KRL yang bercerita soal pengalamannya saat dilecehkan.
“ Saya lagi naik kereta bersama mama saya, semuanya pada keluar kan pada dorong-dorongan semua. Saya kedorong keluar dan ada yang mencari kesempatan dalam kesempitan itu, payudara saya dipegang dan ternyata yang pegang itu bapak-bapak tua dan saya langsung reflek mukul dia, “ujar Via.
Selain, Via, pengguna angkutan umum yang juga seorang pelajar bernama Gloria menceritakan pengalamannya saat dilecehkan.
“Orang ini kaya nyamperin gue gitu, kaya dia bilang, ih kamu tadi ngeliatin punya saya yah? Teruskan gue berusaha nolak lah dan akhirnya dia kaya nangkep gue gitu, terus gue dicipok gitulah, “kata Gloria.
Tak cukup disitu, pelecehan seksual juga bisa terjadi di Pesawat, seperti yang dialami Diah Wirausaha yang menceritakan pengalamannya.
“Di dalam pesawat, saya kira saya ngedudukin tangan orang, engga tahunya tangan orang itu sudah merapat ke bokong, “ungkap Diah.
Selain terjadi di angkutan-angkutan umum, pelecehan seksual juga terjadi di kantor seperti yang dialam kedua karyawan ini.
Tata seorang Freelancer di salah satu perusahaan mengungkapkan pengalamannya saat mengalami pelecehan di kantor.
“ Tiba-tiba ada salah satu bos gue datang ke belakang gue terus maaf, menyentuhkan bagian depannya ke bagian belakang gue dengan bertanya kerasa gak? “ujar Tata.
Hal serupa juga dialami Eni, seorang Media Eksekutif yang juga mengalami pengalaman pelecehan.
“Ada klien saya yang ketika saya mau pamit pulang terus jabat tangan, terus tiba-tiba dia muterin tangannya, terus saya dipegang didorong ke tembok, lantas kepala diginiin, langsung saya tendang dan saya kabur, “Kata Eni.
Itulah cerita para perempuan yang mengalami street harassment. Meski begitu, tak banyak perempuan yang mau dan berani mengungkapkan kejadian yang menimpanya.
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin mengatakan, kondisi tersebut terjadi disebabkan pelecehan dianggap hal yang lazim.
Mariana Amiruddin menjelaskan tentang pengertian harassment dan pandangan masyarakat terhadap kejadian tersebut.
“Budaya kita masih melihat kalau perempuan mengalami kekerasan seksual itu pasti disebabkan oleh perempuan itu sendiri. Misalnya, tidak menjaga kehormatan dia atau dia jalan sendirian di tempat umum, jadi sering ada kata-kat aslaah sendiri kamu pulang sendirian malam-malam. Di Indonesia, cukup parah soal itu karena itu dianggap hal yang biasa, bukan suatu kejahatan, bukan suatu kriminalitas, itu budaya yang biasa, “ungkap Mariana.
Dalam catatan Komnas Perempuan, kekerasan seksual yang menimpa perempuan semakin meningkat.
Tercatat, sebanyak 16.217 kasus telah terdata di seluruh provinsi yang terbagi menjadi tiga kelompok kasus, yaitu kekerasan domestik sebanyak 11.207, kekerasan di komunitas 5002 kasus dan terakhir kekerasan dilakukan negara sebanyak delapan kasus.
Melihat realitas ini, gerakan bernama Hollaback lahir di masyarakat. Salah satu pelopornya, Anggie Kilbane menyatakan, Hollaback Jakarta hadir untuk mendorong para perempuan berani bicara tentang apa yang dialaminya.
Dia berharap, gerakan ini bisa membantu para perempuan belajar dan tahu cara mengantisipasi dan memetakan daerah rawan street harassment.
"Saya mulai cerita kepada teman-teman, awas ini terjadi pada saya kamu hati-hati di daerah sini yah, ini terjadi di daerah Gandaria misalnya, abis itu banyak teman yang kok juga ada pengalaman begini atau mereka punya kenalan yang juga digituin di jalan. Jadi saya semakin banyak cerita kebanyak orang rasa malu itu mulai hilang, rasa marah mulai hilang. Saya rasanya empower. Nah di Hollaback bisa bagi ceritanya, orang lain bisa baca terus ada button di bawah cerita tinggal click dan itu kami tahu ada orang lain yang baca dan dukung kami, "ungkap Anggie.
Anggie adalah seorang ekspatriat asal Amerika Serikat yang kini bekerja sebagai pengajar di sekolah di Jakarta Selatan. Pengalaman dilecehkan pernah ia alami saat berangkat kerja.
"Suatu pagi saya sedang naik sepeda menuju kantor dengan sepeda, jalanan masih sepi, tetapi sudah ada matahari dan ada beberapa orang. Terus dari sebelah kanan ada sepeda motor, dia mulai agak dekat ke saya, terus dia pegang payudara saya dan dia lihat ke saya terus bilang halo sayang, setelah saya shock dan saya menangis dan berteriak pada dia tapi karena dia pakai motor dan saya pakai sepeda, dia sudah hilang," ujar Anggie.
Anggie juga bercerita, gerakan Hollaback pertama kali lahir di New York, AS. Di sana, Hollaback menjadi wadah bagi perempuan menceritakan pengalamannya dan belakangan, hal itu dijadikan bahan untuk membuat kebijakan melindungi perempuan dari pelecehan.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan gerakan ini sudah ada di 70 kota dan 25 negara di seluruh dunia.
Penggagas lain di Hollaback Jakarta, Fitri Mayang Sari menyebut, street harrasment ada banyak macamnya.
"Pelecehan itu banyak bentuknya, misalnya saya lagi jalan terus ada yang panggil ssst...ssst atau cewe, kadang saya merasa ya udah itu biasa saja, ternyata kalau saya baca di Hollaback itu sudah termasuk pelecehan, jadi ini gerakan supaya membuat saya juga aware gitu, jadi saya bisa melawan balik ke orang yang melakukan pelecehan itu bahwa kalau yang mereka lakukan itu salah. Kadang ada orang yang dilecehkan bahkan sampai diperkosa kadang-kadang mereka tidak berani berbicara karena merasa malu, nah dengan adanya orang berbagi cerita di sini menimbulkan keberanian, “ungkapnya.
Sementara Anggie sangat berharap, dengan makin banyak perempuan yang berani melawan dan buka suara, maka para pelaku akan berpikir ulang untuk melecehkan.
"Tujuannya satu membangun kesadaran soal ini, ini ada masalah di kota Jakarta dan dunia dan itu tidak oke, tidak bisa diterima. Yang kedua dan ini yang terpenting adalah, stop street harrasment, stop pelecehan seksual di jalan sampai tidak ada lagi. Itu adalah perjuangan besar, kita pasti bisa. Harus mulai dari yang kecil kalau tidak coba, tidak akan ada sukses, “ ungkap Fitri.
Penulis : Ade Irmansyah/Sumber : Kantor Berita Radio (KBR)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.