Usai Diperiksa KPK, Anak Bupati Klaten Irit Bicara Soal Temuan Uang Rp 3 Miliar di Lemarinya
Andy Purnomo, anak Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/1/2017).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Andy Purnomo, anak Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/1/2017).
Hampir lima jam lebih, ia diperiksa penyidik terkait kasus suap rotasi jabatan di Pemkab Klaten, Jawa Tengah.
Ditemui usai menjalani pemeriksaan, Andy Purnomo yang menggunakan batik biru dongker irit bicara kepada awak media.
Ia menyatakan pemeriksaan itu hanya seputar klarifikasi.
"Tadi hanya klarifikasi saja, klarifikasi," ucapnya.
Selanjutnya ditanya soal sumber uang Rp 3 miliar yang disita KPK dari lemari kamarnya, Andy Purnomo enggan menjawab.
Termasuk soal mengapa uang sebanyak itu tidak disimpan di bank.
Baca: Anak Bupati Klaten Nonaktif dan Pejabat Pemkab Klaten Diperiksa KPK
Mendengar pertanyaan tersebut, Andi Purnomo tetap bungkam dan memilih melambaikan tangan kepada awak media serta bergegas menuju mobilnya.
Menurut informasi, pemeriksaan terhadap Andy Purnomo kali ini guna menelusuri sumber uang yang berada di lemari rumahnya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengungkapkan jika dilihat dari perspektif penerima akan ditelusuri kemungkinan pihak lain yang menerima.
Sementara dari perspektif pemberi, akan terus didalami pihak lain yang terlibat.
Selain memeriksa Andy Purnomo, penyidik KPK juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Lusiana, PNS Bappeda Klaten, Sartiyarso, Kepala BKD Klaten dan Sukarno, PNS Staf Sekretariat BKD Klaten.
Saksi lainnya yang juga dipanggil yakni Syahruna, Inspektur di Pemkab Klaten, Slamet, PNS Kabid Mutasi di BKD Klaten serta dua ajudan Bupati Klaten, Edy Dwi Hananto dan Nina Puspitasari.
Baca: KPK Perpanjang Penahanan Bupati Klaten Sri Hartini dan Anak Buahnya
Untuk diketahui, selain uang tersebut, penyidik juga menyita uang Rp 200 juta dari rumah Sri Hartini.
Dua rumah yang digeledah adalah kediaman pribadi dan rumah dinas.
Sementara empat lokasi yang digeledah adalah kantor bupati, Badan Kepegawaian daerah, inspektorat, dan rumah seorang saksi.
Sebelumnya Sri Hartini ditangkap KPK dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada akhir Desember 2016.
Dia ditangkap bersama tujuh orang lainnya.
Penangkapan tersebut terjadi di dua lokasi yakni rumah dinas Bupati Klaten Sri Hartini dan rumah Sukarno, Klaten, Jawa Tengah pada Jumat 30 Desember 2016.
Sebanyak tujuh orang yang ditangkap di rumah dinas Bupati Klaten yakni Sri Hartini (Bupati), Suramlan (PNS), Nita Puspitarini (PNS), Bambang Teguh (PNS).
Kemudian Slamet (PNS, Kabid Mutasi), Panca Wardhana (Staf Honorer) dan seorang swasta, Sunarso.
Dari rumah dinas tersebut, ditemukan barang bukti uang sebanyak Rp 2 miliar yang tersimpan dalam dua kardus besar serta 5.700 Dolar Amerika Serikat atau setara Rp 76,6 juta dan 2.035 Dolar Singapura atau setara Rp 18,9 juta di dompet.
Baca: Tidak Ada Tupoksi Andy Purnomo Terkait Pengisian Jabatan di Pemkab Klaten
Sementara dari rumah Sukarno, selain mengamankan pemilik rumah, juga disita barang bukti uang sebanyak Rp 80 juta.
Temuan uang sejumlah Rp2,1 miliar dari sang bupati diduga terkait perdagangan atau jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Klaten.
Uang tersebut tidak berasal dari satu orang dan bukan untuk suap satu jabatan.
Pemkab Klaten sendiri dalam dua bulan terakhir tengah disibukkan dengan proses pengisian jabatan menyusul adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Serta Pemkab Klaten setidaknya melakukan pengisian jabatan berupa promosi dan mutasi sebanyak 850 jabatan eselon 2, 3 dan 4.
Adalah Kasi SMP Dinas Pendidikan Suramlan yang berperan sebagai pengepul uang-uang sogokan untuk sang bupati.
Rencananya sang bupati, Sri Hartini, akan melakukan pelantikan dan pengukuhan susunan organisasi tata kerja (SOTK) yang rencananya digelar pada Jumat (30/12/2016) malam.
Namun, agenda tersebut ditunda lantaran sang bupati terjaring OTT tim KPK karena dugaan menerima suap miliaran rupiah terkait pengisian jabatan tersebut.
Sri Hartini dikenakan Pasal 12 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP joPasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara Suramlan selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.