Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Romahurmuziy: Buzzer Bayaran Layak Disebut Orang Sakit Jiwa

Para buzzer di media sosial menjadi biang pemicu timbulnya kebencian dan saling memusuhi antar-masyarakat saat ini.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Romahurmuziy: Buzzer Bayaran Layak Disebut Orang Sakit Jiwa
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
Ketua Umum PPP M Romahurmuziy saat menghadiri konferensi pers di Bumbu Desa Resto, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy meminta pelaku politik maupun masyarakat Indonesia, tidak menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun kelompok.

Apalagi, melakukan tindakan yang berpotensi memecah kerukunan dan persatuan bangsa. Romi menyebut, para buzzer di media sosial menjadi biang pemicu timbulnya kebencian dan saling memusuhi antar-masyarakat saat ini.

"Buzzer di Indonesia awalnya positif, yakni mereka yang punya follower banyak dan ucapannya banyak berpengaruh kepada follower, kemudian jadi viral. Tapi, belakangan muncul para buzzer yang justru memecah belah bangsa," kata Romi di Asrama Haji Pondok Gede, Jumat (27/1/2017).

Romi menyebut, ada dua tujuan dari buzzer saat ini. Pertama, untuk mendapatkan keuntungan dari sisi materi. Tujuan kedua, untuk kepentingan tertentu seperti menjatuhkan lawan politik.

"Untuk kepentingan materi misalnya, dimunculkan berita hoax supaya masyarakat tertarik meng-klik situs tertentu, dan pemilik situs akan mendapatkan materi dari jumlah iklan yang diklik. Untuk motif ini jumlahnya sangat besar. Dari data Kominfo saja ada sekitar 800 ribu situs hoax," jelasnya.

Yang tak kalah bahaya adalah kelompok buzzer yang dibayar demi kepentingan politis, yakni membuat fitnah untuk menyerang lawan politik. Kondisi ini sudah berlangsung sejak pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, Pilpres 2014, dan kondisinya makin parah jelang Pilgub DKI Jakarta 2017.

Buzzer inilah, kata Romi, yang memulai memunculkan beragam fitnah untuk menjatuhkan seseorang atau kelompok lain. Setelah fitnah dimunculkan, masyarakat pengguna sosial media lain menanggapinya dengan amarah, karena merasa tersinggung terhadap isu-isu tertentu.

BERITA REKOMENDASI

"Mereka dibayar untuk adu domba. Satu orang bisa punya puluhan akun. Tapi anehnya yang kemudian viral justru respons kemarahan masyarakat terhadap fitnah itu. Kemudian timbul pro kontra di masyarakat. Di sinilah kemudian tampak kebencian-kebencian sesama anak bangsa," ulasnya.

Romi menyebut, pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 133 juta orang, pengguna Facebook 88 juta orang, dan pengguna Twitter sekitar 50 juta orang.

"Mereka memanfaatkan besarnya pengguna internet dan sosial media di Indonesia, untuk memberikan pengaruh buruk dan mengadu domba. Justru mereka para buzzer bayaran ini yang tidak beretika dan membuat gaduh di kalangan masyarakat," kata Romi.

Romi pun prihatin ada kalangan tertentu yang dengan sadar mengambil profesi sebagai tukang fitnah di media sosial.

"Maka saya bilang, buzzer bayaran yang suka mengumbar fitnah dan menjatuhkan orang atau kelompok lain dengan puluhan akun itu, layak disebut orang sakit jiwa," sebutnya.


Romi meminta masyarakat luas agar lebih cerdas menerima dan menanggapi segala informasi yang beredar di media sosial, serta tidak mudah terpancing amarah menanggapi beragam isu yang tidak jelas sumbernya. (Feryanto Hadi)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas