Dua Hakimnya Telah Ditangkap KPK, Ketua MK Nilai Lembaganya Belum Perlu Diawasi
Walau dua hakimnya tersandung kasus suap namun Mahkamah Konstitusi (MK) merasa tak perlu mendapat pengawasan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Walau dua hakimnya tersandung kasus suap namun Mahkamah Konstitusi (MK) merasa tak perlu mendapat pengawasan.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan apabila MK diawasi maka kedudukan MK sebagai lembaga peradilan menjadi turun.
"Sekali lagi saya tidak setuju dengan istilah pengawasan karena badan peradilan tidak boleh diawasi karena nanti kalau diawasi subordinat, kita di bawah," kata Arief Hidayat di kantornya, Jakarta, Senin (30/1/2017).
Baca: Ketua Umum PAN: Yang Saya Tahu Patrialis Pekerja Keras, Orang yang Baik
Arief lebih sepakat menyebutnya sebagai penguatan agat hakim konstitusi bisa dijaga keluhuran martabat sehingga tidak menyimpang sehingga melanggar hukun.
"Namanya adalah bagaimana memperkuat supaya hakim Mahkamah Konstitusi bisa dijaga keluhuran martabatnya sehingga tidak menyimpang dari etik dan tidak menyimpang melakukan pelanggaran-pelanggaran berikutnya yang lainnya," kata dia.
Arief Hidayat mengatakan revisi Undang-Undang MK hingga kini masih di tangan Pemerintah untuk sejumlah revisi.
Baca: Patrialis Akbar Tulis Tangan Surat Pengunduran Diri Sebagai Hakim MK
Revisi tersebut dalam rangka penguatan independensi hakim dan mengatur hukum acara di MK dan membuat kedudukan Dewan Etik MK.
Sekadar informasi, hakim konstitusi yang pertama kali ditangkap KPK adalah Akil Mochtar saat menjabat sebagai ketua. Akil Mochtar yang berasal dari unsur DPR RI, ditangkap terkait suap penanganan sengketa Pilkada Kepala Daerah (Pilkada) Gunung Mas, Kalimantan Tengah tahun 2013.
Dalam penyidikan KPK, kasus tersebut kemudian berkembang dan merembet ke sengketa Pilkada lainnya. Akil kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung karena vonis seumur hidup.
Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa Pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), serta Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Sementara hakim ke-2 yang ditangkap adalah Patrialis Akbar yang berasal dari unsur Pemerintah. Penangkapan tersebut diduga suap terkait uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Hingga kini belum ada status hukum dari KPK kepada Patrialis Akbar.