Transkrip SBY Komentari Namanya Disebut di Sidang Ahok
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono angkat bicara menyoal namanya disebut dalam sidang Ahok. Begitu transkrip rekaman SBY.
Penulis: Y Gustaman
Saya kira teman-teman masih ingat skandal Watergate. Dulu kubu Presiden Nixon menyadap kubu lawan politik yang juga sedang dalam kampanye pemilihan presiden. Memang Presiden Nixon terpilih menjadi Presiden. Tetapi skandal itulah yang menyebabkan akhirnya Presiden Nixon harus mundur, resign. Karena kalau tidak beliau akan diimpeach.
Saya hanya menggambarkan bahwa politicall spying, illegal tapping, itu kejahatan yang serius di negara mana pun juga. Oleh karena itulah saya pada kesempatan yang baik ini ingin mencari dan mendapatkan keadilan sebenarnya.
Apa yang sesungguhnya terjadi karena kalau betul-betul telepon saya selama ini disadap secara tidak legal saya mendengar pada awal September setelah kembali dari Jawa Tengah, Jawa Barat, diberitahu, "Pak SBY hati-hati ada informasi telepon bapak dan anggota BIN yang lain disadap." Belum lama kurang lebih satu bulan yang lalu saya juga dapat informasi, "sahabat di lingkar kekuasaan hati-hati telepon kalian disadap." Sehingga kalau bicara sekarang melalui utusan, melalui carakan. Tetapi saya masih belum yakin apa iya, salah saya apa disadap? Mantan Presiden itu mendapatkan pengamanan oleh Paspampres, siapa pun mantan presiden itu, siapa pun mantan wakil presiden itu. Yang diamankan apanya? Orangnya, objeknya, kegiatannya, dan kemudian kerahasiaan pembicaraannya. Jadi menurut saya antara yakin atau tidak yakin apa iya saya disadap. Nah, kalau betul-betul disadap segala pembicaraan, kemudian kegiatan, mungkin strategi, mungkin rencana apa pun akan diketahui oleh mereka yang tidak punya hak sama sekali. Dan kalau itu menganggap dirinya lawan politik ya sama dengan skandal Watergate tadi, mendapatkan keuntungan dan manfaat politik dengan cara menyadap, mengetahui, mendapatkan informasi tentang seluk-beluk pembicaraan termasuk rencana dan strategi lawan politiknya.
Dalam Pilpres maupun Pilkada ya penyadapan seperti ini sangat bisa membikin seorang kandidat kalah. Ya memang akan ketahuan semua. Mau dirahasiakan seperti apa pun ketahuan. Penyadapan itu ilegal. Karena for me it's very serious.
Kita punya perangkat undang-undang. Adalah Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, ITE. Itu pertama kali terbit di era saya dulu pada tahun 2008. Kemudian diperbaharui di era Pak Jokowi pada tahun 2016.
Di situ ada pasal-pasal yang melarang seseorang atau pihak mana pun melakukan penyadapan ilegal tadi.
Salah satunya saya bacakan ini pasal 31: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, berat hukumanya dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000.
Konstitusi kita, undang-undang kita, aturan kita sama dengan negara-negara lain melarang tindakan penyadapan ilegal itu.
Oleh karena itulah dengan semuanya itu teman-teman kalau memang pembicaraan saya kapan pun. Kalau yang saya disebut kemarin pembicaraan saya dengan Pak Ma'ruf Amin itu disadap, ada rekamannya, ada transkripnya, maka saya berharap pihak kepolisian, pihak kejaksaan, dan pihak keadilan untuk menegakkan hukum sesuai Undang-Undang ITE tadi.
Saya hanya mohon itu. Sebagai rakyat bisa mendapatkan keadilan dan tegaknya hukum. Dan mulai hari ini saya akan mengikuti apa respon dari penegak hukum. Karena ini bukan delik aduan. Tidak perlu Polri menunggu aduan saya. Sekali lagi bukan delik aduan. Equality before the law, kesamaan dalam hukum adalah hak, konstitusional setiap orang. Semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 juga seperti itu.
Dan melalui mimbar ini saya juga mohon agar transkrip percakapan telepon saya yang sekarang katanya dimiliki pihak Pak Ahok beliau sendiri atau tim pengacaranya saya juga bisa mendapatkan. Karena saya khawatir kalau tidak saya dapatkan sangat bisa transkrip itu ditambah atau dikurangi percakapannya. Sangat mungkin kalau sudah menjadi transkrip itu bisa ada tambah kurang yang tentu akan berubah dari isinya seperti apa. Saya sungguh ingin mendapatkan transkrip itu karena dikatakan, "Kami punya buktinya, kami punya rekamannya, dan kami punya transkripnya." Kurang lebih seperti itu.
Nah, kalau, saudara-saudara, yang menyadap secara ilegal ini bukan pihak Pak Ahok, atau tim pengacaranya Pak Ahok dan pihak lain, saya juga bermohon kepada negara untuk diusut siapa yang menyadap itu. Yang saya tahu di samping KPK menyadap yang urusannya tindak pidana korupsi, ada lembaga yang lain yaitu Polri, BIN atau Badan Intelejen Negara dan juga BAIS TNI, saya tidak tahu apakah masih ada atau tidak. Tetapi paling tidak itulah institusi-institusi negara yang memiliki kemampuan untuk menyadap.
Pemahaman saya sama seperti waktu saya memimpin dulu, penyadapan itu tidak boleh sembarangan, tidak boleh ilegal, dan harus berdasarkan aturan yang telah diatur oleh undang-undang. Tapi, kalau misalnya, mudah-mudahan tidak, mudah-mudahan tidak, yang menyadap itu bukan Pak Ahok, tapi lembaga yang lain tadi menurut saya sama: hukum mesti ditegakkan.
Nah, kalau institusi negara misalnya Polri atau pun BIN menurut saya negara ikut bertanggungjawab. Saya juga berhomon Pak Jokowi, Presiden Kita, berkenan memberikan penjelasan dari mana transkrip atau sadapan itu? Siapa yang menyadap? Supaya jelas. Yang kita cari kebenaran. Ini negara negara kita sendiri bukan negara orang lain. Bagus kalau kita bisa menyelesaikan segala sesuatunya dengan baik, adil dan bertangungjawab. Itu dari aspek hukum saudara-saudara dan juga sedikit dari aspek politik.
Nah, kalau dari aspek sosial begini. Kalau saya saja sebagai mantan presiden yang mendapatkan pengamanan dari paspampres begitu mudahnya disadap, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lain, rakyat yang lain, politisi yang lain. Sangat mungkin mereka mengalami nasib yang sama dengan yang saya alami. Nah, kalau itu terjadi negara kita seperti rimba raya, hukumnya hukum rimba. Artinya yang kuat menang yang lemah kalah. Padahal yang betul itu yang benar menang yang salah kalah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.