Soal Mundurnya dari Posisi Bos Freeport Indonesia, Chappy Hakim: Masalah Berat
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, belum bisa berkomentar terkait kabar mundurnya Chappy Hakim.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Direktur Utama PT Freeport Indonesia Chappy Hakim, kepada Kompas.com, belum mau blak-blakan soal kabar dirinya mundur dari perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Tetapi, ia mengungkapkan sedang mengalami masalah yang tidak ringan saat ini. "Saya sedang coba selesaikan masalah berat ini satu persatu," ujarnya, Sabtu (18/2/2017).
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara itu masih menutup pintu untuk mengungkapkan masalahnya. Hanya saja, ia mengaku , tak ingin masalah berat yang dihadapinya sebagai Dirut Freeport menimbulkan gejolak yang lebih besar.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, belum bisa berkomentar terkait kabar mundurnya Chappy Hakim.
Sementara itu Staf Khusus Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Hadi M Djuraid hanya mengetahui selentingan kabar ihwal mundurnya Chappy sebagai Dirut Freeport Indonesia.
Chappy sebenarnya belum lama menjabat sebagai Dirut Freeport Indonesia. Tercatat, ia resmi menukangi perusahaan tambang asal AS itu sejak November 2016.
Sebelumnya, posisi Dirut Freeport Indonesia kosong sejak Januari 2016 lalu. Sebelum Chappy, posisi tersebut diisi oleh Maroef Sjamsoeddin.
Belakangan, Freeport Indonesia kembali disorot tajam lantaran mengajukan sejumlah permintaan terkait perubahan status Kontrak Karya (KK) menajdi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain meminta adanya jaminan kepastian usaha jangka panjang, perusahaan asal Amerika Serikat itu juga ingin tarif pajak sifatnya tetap, bukan fluktuatif mengikuti pergantian pemerintahan.
Perusahaan tambang tersebut juga telah mulai merumahkan karyawannya lantaran ekspor konsentratnya terhenti sementara.
Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menanggapi santai ancaman PT Freeport Indonesia untuk pengurangan kontraktor dan karyawan akibat belum diberikan izin ekspor oleh pemerintah.
"Ya kalau itu bagian dari tekan menekan. Enggak usah didengarkan," ujar Darmin saat ditemui usai menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada DKI Jakarta, Rabu (15/2) lalu.
Ia menuturkan, Freeport meminta jaminan kepastian hukum kepada pemerintah agar tidak akan ada lagi perubahan kebijakan meski ada pergantian pemerintahan.
Kepastian itu, tutur Darmin, masih terkait dengan besaran pajak dan kelanjutan usaha perusahaan asal Amerika Serikat itu di Indoneisa.
"Sebetulnya arah pajak kita turun. Tapi dia enggak mau. Karena dia juga berpikir, 'oke kalau sekarang turun, nanti ganti lagi pemerintahannya (bagaimana)'," kata Darmin.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, pasca-perubahan status menajdi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pihaknya membutuhkan perjanjian stabilitas investasi dengan tingkat kepastian fiskal dan hukum yang sama saat masih berstatus Kontrak Karya (KK).
Persyaratan ini dinilai sangat penting untuk rencana investasi jangka panjang Freeport Indonesia. Namun, hingga saat ini kata Riza, belum ada kesepakatan yang pasti terkait rencana investasi jangka panjang Freeport Indonesia.
Pemerintah sendiri masih melarang Freeport ekspor konsetrat. Hal itu dinilai akan menganggu kelangsungan Freeport Indonesia hingga muncul ancaman untuk mengurangi karyawan. (tribunnews/kompas.com)