Mengenal Lebih Jauh Skinhead Di Indonesia
Di Jakarta, Skinhead berkembangan tidak seperti banyak orang kira. Disini, Skinhead lebih mengekslorasi soal budaya.
TRIBUNNEWS.COM - Kerap diidentikan dengan rasisme dan keonaran, Anda mungkin tidak berpikir ada Skinhead di Asia.
Tapi di Jakarta, Skinhead cukup berkembang tapi bukan seperti yang mungkin Anda kira. Di sini Skinhead lebih mengeksplorasi soal budaya.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).
Utay adalah Skinhead pertama di Indonesia. Skinhead biasanya dikenali dengan lambang swastika neo-nazi yang menyuarakan hal-hal rasis di jalanan. Tapi suasana di sini sangat berbeda.
Skinhead Indonesia seperti Utay menyuarakan nilai-nilai kesetaraan dan nilai para pekerja.
“Skinhead itu berbeda dengan Nazi Skinhead yang juga disebut Bonehead. Skinhead adalah cara hidup. Mereka pahlawan kelas pekerja,” jelas Utay.
Sejak awal 90an, Utay telah mengenalkan Skinhead di Jakarta. Dimulai dengan membuat label rekaman dan toko pakaian Skinhead, yang keduanya dinamakan ‘Warriors’.
Bersama bandnya, The End, dia juga membuat lagu tentang Skinhead. Utay menjelaskan bagaimana awalnya dia berkenalan dengan subbudaya Skinhead.
“Waktu saya tiba di Jakarta belum ada Skinhead. Waktu sekolah di Singapura saya mendapat buku tentang Skinhead. Buku itu saya perlihatkan ke teman saya di Jakarta dan kami mendiskusikannya. Lalu makin banyak yang tertarik,” kata Utay.
Dalam buku Skinhead itu, Utay menemukan gambaran bagaimana Skinhead telah diambil alih oleh rasisme dan intoleransi.
Dia membawa buku itu saat kembali ke Indonesia dan memperkenalkannya pada komunitas Punk.
Sejak itu, subbudaya Skinhead berkembang tapi dengan corak Indonesia.
“Ini seperti menggabungan budaya barat dengan budaya Indonesia. Kami mengadaptasi pakaian, ideologi, cara hidup Skinhead sekaligus tetap mempertahankan budaya tradisional Indonesia. Ini sama seperti budaya Inggris bercampur dengan Jamaika dan menjadi seorang Skinhead,” tambah Utay.
Skinhead di Indonesia lebih fokus pada persaudaraan, musik dan fesyen.
Di sebuah konser di Jakarta belum lama ini, terlihat orang-orang dengan rambut model Mohawks dan jaket denim berkancing perak.
Sebuah band Punk dari Texas, ‘The Elected Officials’ tampil sebagai pengisi acara puncak bersama dengan band Skinhead dan Punk lainnya.
Vokalis band, Sophie Rousmaniere, bicara soal subbudaya ‘Oi’, yang merupakan campuran musik Punk dan Skinhead.
“Banyak budaya Oi Skinhead di sini lebih condong kepada persaudaraan dan persahabatan, dan kecintaan terhadap musik. Sementara di tempat lain di dunia, ada yang fokus pada ideologi dan ada juga yang memilih kekerasan atau nasionalisme.”
Skinhead pertama kali muncul di Inggris pada akhir 1960-an.
Banyak orang tidak tahu, kalau imigran Jamaika-lah yang berperan besar dalam kemunculan subbudaya ini pada awalnya.
Saat itu orang-orang Jamaika dikenal sebagai 'Rude Boy', yang merujuk pada budaya Jamaika dimana kata ini adalah istilah slank untuk nakal atau cabul.
Ada juga kelas pekerja yang dikenal dengan istilah 'Mods' yang naik skuter, mengenakan sepatu Dr. Martins, dan mendengarkan Punk Rock.
Kelompok-kelompok ini kemudian bergabung menjadi Skinhead.
Tapi memburuknya kondisi ekonomi di tahun 1970-an membuat lahan pekerjaan bagi pekerja kulit putih makin berkurang dan mereka menuduh para imigran sebagai penyebabnya.
Jadi fusi budaya dan ras yang mengilhami gerakan Skinhead pada awalnya, kemudian bertentangan dengan apa yang terjadi setelahnya.
Diakhir tahun 70-an, gerakan Skinhead Neo-nazi menyebar ke seluruh Eropa dan Amerika Utara.
Tapi Utay mengatakan Skinhead Indonesia hampir tidak memiliki kesamaan dengan kelompok-kelompok itu.
“Tidak ada bagusnya menjadi orang rasis. Karena kita manusia adalah setara dan sama menurut agama saya dan juga di mata hukum.”
Skinhead Indonesia menyamakan diri mereka dengan Skinhead gerakan awal, ketika orang-orang Jamaika sangat terlibat di dalamnya.
Dessy adalah orang Indonesia yang menikah dengan seorang Skinhead Kanada dan saat ini berada di Jakarta.
Selama lebih dari satu dekade ia menyebut dirinya seorang Skinhead dan bahkan punya tato ‘skingirl pride’ di dadanya.
“Pertama kali saya bertemu anak Punk saat remaja. Saya bergaul dengan Punk dan juga Skinhead. Lalu saya bertemu seorang pria yang mengajari saya tentang kitab Skinhead dan akhirnya saya memilih Skinhead. Karena Skinhead itu bekerja, tidak malas, bersih, dan cerdas,” kata Dessy.
Seperti Skinhead di seluruh dunia, Skinhead Indonesia juga cinta tanah air dan menyanyikan lagu-lagu bertema isu-isu politik.
“Band saya menyuarakan lagu-lagu dengan tema bangga menjadi bangsa Indonesia, persatuan, persaudaraan, dan tentang para pekerja,” kata Utay.
Di Indonesia, komunitas Skinhead memfokuskan diri pada musik dan komunitas mereka.
Jadi jangan takut dengan mereka karena Skinhead di sini hanya untuk bersenang-senang.
Penulis: Asia Taylor/Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)