Pekerja Temui Fadli Zon Ceritakan Soal Nasib di Freeport
Mereka meminta pemerintah tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK).
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) menemui Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengadukan nasib mereka.
Tercatat, 1600 karyawan dirumahkan oleh PT. Freepoort Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon didampingi Anggota Komisi VII DPR Mokhtar Tompo dan Anggota Komisi VII dapil Papua Peggy Patricia Pattipi.
Mereka meminta pemerintah tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK).
"Kami meminta IUPK dicabut. Harus dinormalkan. Amungme dan Kamoro dirugikan. Presiden harus turun ke Timika lihat 30.000 karyawan jadi korban. Kembalikan," ujar Ketua Adat Amungme dan Kamoro Martinus Pagai di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Sementara Humas GSPF Betty Tibo menuturkan pemicu karyawan dirumahkan karena pemberlakuan UU Minerba yang berdampak pada IUPK.
Hal itupun membuat perusahaan mengambil keputusan pengurangan karyawan.
"Kami kemari menyuarakan hak kami, keterlambatan tidak dikeluarkannya izin eksport berdampak disana. Semoga pemerintah bisa lebih bijak, apakah tidak ada titik tengah dari kepentingan masing-masing," kata Betty.
GSPF berharap dalam 120 hari kedepan masyarakat Papua sudah mendapat kepastian soal kelanjutan Freeport.
Mereka ingin lembaga perwakilan rakyat menyampaikan kepada pemerintah supaya kelangsungan Freeport dan pekerja segera dapat diperjelas.
"Jangan sampai kita menciptakan sejarah bahwa Papua adalah bagian dari NKRI," kata perwakilan GSPF Virgo Salosa.
Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta pemerintah duduk bersama dengan Freeport Indonesia untuk membicarakan kontrak karya.
Fadli mengatakan dirinya akan segera menyurati Presiden Joko Widodo, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan dan Menteri ESDM Ignasius Jonan mengenai permasalahan Freeport tersebut.
"Ada perbedaan kebijakan dari tahun lalu atau sebelumnya yang menimbulkan ketidakpastian," kata Fadli.