KPK Percaya Dakwaan Kasus E-KTP Tak Gugur akibat Surat Edaran MA
Dalam dakwaan, KPK menyebut ada kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun akibat kasus tersebut.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif meyakini majelis hakim tidak akan mengugurkan dakwaan dalam persidangan perdana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (kasus e-KTP).
Sidang tersebut akan dilaksanakan pada Kamis (9/3/2017). "Saya yakin hakimnya obyektif. Tidak mungkin digugurkan," kata Laode di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017).
Dalam dakwaan, KPK menyebut ada kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun akibat kasus tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.
Pada Bagian A, angka 6 pada SEMA 4/2016 disebutkan bahwa instansi yang memiliki kewenangan untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara berada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional.
Badan audit lain, seperti BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) hanya berwenang mengaudit dan memeriksa pengelolaan keuangan negara. Adapun, dalam kasus e-KTP, kerugian negara dihitung oleh BPKP.
Dalam persidangan, KPK merinci kronologi terjadinya skandal korupsi e-KTP yang menjadikan dua orang sebagai sebagai terdakwa.
Dalam kasus ini, KPK akan menghadirkan dua terdakwa, yakni Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
(Lutfy Mairizal Putra/kompas.com)