Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Alasan Blangko Habis Banyak yang Tak Dapat e-KTP, Padahal Dananya Dikorupsi

Di saat masyarakat masih banyak yang belum menerima haknya mendapatkan e-KTP, di sisi lain sejumlah pihak secara beramai-ramai mengkorupsi

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Alasan Blangko Habis Banyak yang Tak Dapat e-KTP, Padahal Dananya Dikorupsi
KOMPAS IMAGES
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono, menganggap ada keadaan yang ironis.

Pasalnya, di saat masyarakat masih banyak yang belum menerima haknya mendapatkan e-KTP, di sisi lain sejumlah pihak secara beramai-ramai mengkorupsi anggarannya.

"Pelakunya zalim sekali. Cukup banyak WNI yang belum punya e-KTP, alasan blangko habis, blangko hilang, tapi faktanya banyak pejabat publik yang terindikasi kasus korupsi," kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (12/3).

Anggaran proyek e-KTP jumlahnya mencapai Rp 5,9 triliun. Dari anggaran itu, sebesar 51 persen atau Rp 2,662 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.

Sedangkan 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun, dibagi-bagi ke sejumlah pihak, termasuk anggota Komisi II DPR RI dan Badan Anggaran DPR RI kala itu.

Agus mengatakan, hal tersebut menunjukkan, hasil survei bahwa DPR RI merupakan lembaga terkorup tidak meleset.

Manajer Advokasi, Riset, Kampanye YAPPIKA, Hendrik Rosdinar juga mengatakan bahwa kasus korupsi e-KTP telah mencederai hak dasar masyarakat untuk mendapatkan kejelasan identitas.

Berita Rekomendasi

Saat ini, e-KTP banyak dibutuhkan sebagai syarat untuk terdaftar sebagai pemilih pada pemilu, untuk akses layanan kesehatan, dan lain sebagainya.

"Kalau kita lihat peta aktornya, megakorupsi e-KTP mengonfirmasi DPR masih jadi sarang mafia anggaran. Begitu sistematis diprogram sejak awal untuk dikorupsi," kata Hendrik.

Rusak nama DPR

Sebaliknya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, ada yang hendak merusak nama DPR. Ia merasa resah karena kasus dugaan korupsi ini menyeret sejumlah nama politisi di parlemen.

Setidaknya, ada 26 Anggota DPR periode 2009-2014 yang disebut dalam surat dakwaan kasus tersebut. Sebagian nama itu kembali terpilih dan menjadi anggota DPR pada periode 2014-2019.

"Tolong dong kerahasiaan-kerahasiaan pejabat, juga institusi seperti DPR ini jangan dirusak. Ini DPR lagi ingin tingkatkan kinerja, awasi pemerintahan, di-attack kayak gini, akhirnya kacau," kata Fahri, Minggu (12/3). Ia menengarai, ada yang tidak beres dalam proses pengusutan kasus dugaan korupsi e-KTP ini.

Dia kemudian menganalogikan apa yang dilakukan KPK saat ini dengan kasus korupsi dagang sapi yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq tahun 2013 lalu.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas