Pimpin Sidang Hingga Sore, Hakim MK Lupa Sebut Jadwal Lanjutan
Banyaknya perkara yang dipimpin oleh Hakim Mahkamah Konstitusi pada persidangan pendahuluan sengketa Pilkada
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyaknya perkara yang dipimpin oleh Hakim Mahkamah Konstitusi pada persidangan pendahuluan sengketa Pilkada, membuat mereka melakukan sedikit kesalahan.
Kesalahan tersebut dilakukan oleh Hakim Anwar Usman yang memimpin panel Hakim pada persidangan yang digelar di ruang sidang pleno, Gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (16/3/2017).
Namun kesalahan ini dilakukan di penghujung sidang sesi terakhir pada pukul 16.00 WIB. Sesi ini menyidangkan perkara Pilkada Provinsi Banten, Payakumbuh, dan Maybrat.
Anwar lupa menyebutkan agenda sidang selanjutnya kepada pemohon dari Banten. Sontak para pemohon dan termohon pada sengketa pilkada Banten langsung menanyakan hal ini.
"Izin yang mulia, untuk perkara nomor 45 belum disebutkan kapan waktunya oleh yang mulia," ujar pengacara termohon, Ramdan Alamsyah.
Mendengar pertanyaan ini, Anwar berkilah bahwa dirinya telah menyebutkan jadwal sidang selanjutnya.
"Saya kira saya sudah menyebutkannya tadi sekalian dengan pemohon nomor 10. Maklum sudah sore," kilah Anwar.
Akhirnya sengketa pilkada Banten akan dilanjutkan pada Selasa (21/3/2017) pukul 13.00 WIB. Agenda sidang selanjutnya adalah mendengarkan jawaban termohon dan pihak terkait serta pengesahan alat bukti.
Meski menangani sengketa lebih sedikit dibanding tahun lalu, namun para hakim konstitusi harus menangani 50 sengketa pada tahun ini lebih berat.
MK yang sebelumnya memiliki sembilan hakim, kehilangan satu setelah Patrialis Akbar ditangkap dalam operasi tangkap tangan.
Dengan komposisi 8 hakim, MK akan menyelenggarakan 2 sidang panel perselisihan sengketa pilkada serentak 2017, masing-masing panel berisi 4 hakim.
Setiap panel dibagi tiga sesi yakni pada pukul 09.00 WIB, 13.00 WIB, dan 16.00 WIB. Sidang tersebut akan dilakukan di ruang sidang utama dan ruang sidang pleno di lantai empat.
Seperti diketahui, Patrialis ditangkap pada Rabu (25/1/2017) malam di Mal Grand Indonesia bersama seorang perempuan bernama Anggita. Patrialis diduga menerima suap terkait kasus jual-beli putusan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dari OTT itu, Patrialis akhirnya ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap USD 20 ribu dan SGD 200 ribu atau senilai Rp 2,15 miliar.
Ditangkapnya Patrialis memberikan kendala tersendiri bagi MK untuk menyelesaikan sengketa perselisihan perolehan suara Pilkada Serentak. Panel yang lebih sedikit akan membuat sidang memakan waktu lebih lama.
Perkara yang disidangkan pada hari ini, diantaranya adalah Jayapura, Provinsi Banten, Maybrat, Lanny Jaya, Payakumbuh, Buton Tengah, Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, Pidie, Bireuen, Nagan Raya, Aceh Timur, Banggai, Sangihe, Sarmi, Buru, Bengkulu Tengah, Tebo, Buton Selatan, Mappi, Aceh Singkil, Langsa, Aceh Utara, Gayo Lues, dan Aceh Barat Daya.
Sementara besok, Jumat (17/3/2017) ada 24 perkara yang disidangkan diantaranya adalah Salatiga, Batu, Intan Jaya, Puncak Jaya, Provinsi Gorontalo, Sorong, Kota Yogyakarta, Pati, Jepara, Morotai, Dogiyai, Tarakan, Bombana, Tasikmalaya, Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat, Halmahera Tengah, Buol, Tolikara, Sarolangun, Kendari, Provinsi Sulawesi Barat.
Hari ini, MK banyak menyidangkan perkara dari Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Selain sengketa pilkada Gubernur Nangroe Aceh Darusalam, gugatan lainnya adalah untuk daerah Pidie, Bireuen, Nagan Raya, Aceh Timur, Aceh Singkil, Langsa, Aceh Utara, Gayo Lues, dan Aceh Barat Daya.
Gugatan sengketa Pilkada Aceh, dimohonkan oleh pasangan nomor urut lima, Muzakir Manaf dan TA. Khalid. Permohonan mereka adalah mengenai pembatalan keputusan Komisi Independen Pemilihan Aceh yang menetapkan rekapitulasi Pilkada Aceh.
Menurut mereka pemungutan suara yang dilakukan oleh termohon dalam hal ini KIP, banyak terdapat pelanggaran peraturan.
Muzakir Manaf melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, meminta MK mengesampingkan pasal 158 UU Pilkada yang mengatur ambang batas sengketa suara yang bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi maksimal 2 persen.
"Ketentuan pilkada di Aceh ini spesial. Kami mohon kepada MK untuk mengesampingkan Pasal 158 UU Pilkada untuk Aceh, karena Aceh punya ketentuan sendiri, yaitu Pasal 74 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pilkada Aceh," ujar Yusril dalam persidangan.
Menurut Yusril dalam Pasal 74 tidak ditentukan mengenai ambang batas sengketa suara. Kuasa hukum pasangan calon Gubernur Aceh nomor urut 5 Muzakir Manaf-TA Khalid ini menyebut kliennya memiliki dasar hukum untuk mengajukan sengketa ke MK.
"Aceh ini merupakan daerah khusus. Untuk mencalonkan saja jumlah dukungan dari partai pengusung hanya 15 persen, padahal secara nasional aturannya 20 persen," kata Yusril.
Yusril mengatakan bahwa Aceh sama dengan Jakarta yang memiliki pasal khusus yang mengatur Pilkada. Menurutnya setiap kandidat harus meraih suara di atas 50 persen untuk menjadi pemenang.
" Kalau memang tidak mau mengikuti aturan khusus yang berlaku, pasangan Ahok-Djarot harusnya sudah menang," tambah Yusril.
Sementara itu, calon bupati Langsa, Fazlun Hasan, menyebut ada Kecurangan yang didukung oleh KIP selaku penyelenggara Pilkada di Aceh.
"Saya lihat KIP ada keberpihakan. Ada undangan lebih, saya punya buktinya dan nanti saya berikan ke DKPP," ujar Fazlun.
Di lain pihak kuasa hukum calon bupati Aceh Timur Ridwan Abubakar, Eggi s
Sudjana, juga membenarkan bahwa ada pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif pada pelaksanaan Pilkada di Serambi Mekah. Dalam hal ini banyak keterlibatan yang dilakukan oleh KIP dan pihak keamanan setempat.
"Dari delapan kecamatan diambil KIP dibantu Polres dan diinapkan dua hari. KIP ini bermasalah, buktinya ini banyak aduan dari Aceh,"ujar Eggi.