Pakar Nilai MKD Sebaiknya Mulai Proses Laporan Terhadap Novanto
Bila MKD menyatakan menunggu proses hukum, Zainal menilai hal itu sama saja tidak boleh melakukan pemakzulan terhadap Presiden RI
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR sebaiknya mulai memeriksa laporan terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Pasalnya, MKD dengan pengadilan terkait suatu kasus memiliki ranah yang berbeda.
Demikian disampaikan Pakar Hukum Tata Negara UGM Zaenal Arifin Mochtar di kawasan Cikini, Jakarta, Minggu (19/3/2017).
"Dua ranah berbeda MKD ranah etik, pengadilan ranah hukum. MKD jatuhnya sanksi jabatan, ranah hukum sanksi badan. Itu dua logika yang berbeda. Apa logikanya karena itu ranah huku m sehingga tidak ditindaklanjuti, bagaimana logikanya," kata Zainal.
Bila MKD menyatakan menunggu proses hukum, Zainal menilai hal itu sama saja tidak boleh melakukan pemakzulan terhadap Presiden RI. Ia lalu mencontohkan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang dimakzulkan padahal belum terbukti secara hukum dalam kasus Brunei Gate.
"Secara teori berbeda mahkamah etik dengan hukum, memang etik fondasi hukum tapi berbeda, yang satu berkaitan dengan jabatan, satunya lagi dengan badan," kata Zainal.
Zainal pun tidak yakin dengan proses penyelesaian etik di MKD. Ia menuturkan praktik MKD di era Novanto memperlihatkan kualitas lembaga etik itu seperti 'agak dagelan'.
"Kita sudah tahu kualitasnya tapi kita ingatkan harus ada yang ditegakkan. Publik lihat akan jadi mahkamah kehormatan atau dagelan," kata Zainal.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ingin membuktikan Ketua DPR RI Setya Novanto terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Karena itu MAKI melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Saya mau urusan soal tidak terlibatnya beliau di korupsi e-KTP," ujar Boyamin di komplek DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (16/7/2017).
Dalam pernyataan Novanto, Boyamin menilai Ketua Umum DPP Golkar itu mengenal Irman dan Sugiarto selaku terdakwa kasus e-KTP. Bahkan Boyamin yakin Novanto telah bertemu dua orang tersebut di sebuah hotel.
"Saya punya catatan, pertemuan-pertemuan khusus itu ada. Sekitar akhir 2010 awal 2011 di hotel Grand Mulia," ungkap Boyamin.