Sidang Tuntutan Ditunda, Politikus PKS Simpulkan Negara Lindungi Ahok
"Kesimpulan saya, sempurnalah negara melindungi Ahok sang terdakwa penista agama," kata Nasir Djamil.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai penundaan sidang tuntutan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mencederai rasa keadilan.
Menurut Nasir, penundaan tersebut merupakan preseden buruk dalam tata hukum Indonesia.
"Menyesalkan terjadinya politisasi proses hukum sehingga pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum sampai harus ditunda untuk mengakomodasi kenyamanan politik seorang terdakwa," kata Nasir di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Politikus PKS itu mengatakan jaksa penuntut umum dan majelis hakim seharusnya memperlihatkan kepada publik bahwa persamaan di depan hukum, perlakuan, akses keadilan dan peradilan yang tidak memihak agar publik percaya bahwa indonesia adalah negara hukum.
"Kesimpulan saya, sempurnalah negara melindungi Ahok sang terdakwa penista agama. Kepada jaksa dan majelis hakim saya hanya ingin mengingatkan Tuhan Ora Sare ( Tuhan tidak tidur). Ucapan presiden untuk perbaikan tata hukum, independensi institusi peradilan serta terakomodasinya rasa keadikan publik dalam praktek penegakan hukum kita, hanyalah isapan jempol saja alias Not Action Talking Only ( NATO)," kata Nasir.
Ahok diketahui didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI.
Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Pernyataanya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP
Jaksa penuntut umum dalam sidang kasus dugaan penodaan agama meminta maaf lantaran kurang memiliki waktu untuk menyusun amar tuntutan.
Hal itu diungkapkan Ketua tim jaksa penuntut umum Ali Mukartono dalam persidangan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (11/4/2017).
"Yang Mulia Ketua Majelis, tim penasihat hukum yang kami hormati, memang sedianya persidangan hari ini pembacaan tuntutan dari penuntut umum, kami sudah berusaha sedemikian rupa, waktu satu minggu tidak cukup bagi kami," kata Jaksa Ali.
Namun, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mempertanyakan alasan waktu yang tidak cukup untuk membuat tuntutan. Padahal tim JPU yang bertugas dalam kasus ini terdiri lebih dari lima orang.
"Saudara penuntut umum ini belum selesainya ngetiknya atau rentunnya? Orang segini banyak kok masa ngetik gak bisa dibagi-bagi," kata Hakim Budi.