Polisi Berondong Tembakan Satu Keluarga di Dalam Mobil, Ini Tindakan Kapolri
Mobil Honda City BG-1488-ON menerobos razia cipta kondisi yang digelar personel gabungan jajaran Polres Lubuklinggau dan Polsek Timur I Kota Lubuk Lin
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan evaluasi diskresi atau pengambilan keputusan sendiri kepolisian, berkaca dari peristiwa anggota polisi berondong enam warga sipil di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, Selasa (18/4/2017).
Polisi yang melakukan penembakan terhadap enam warga sipil, berdasarkan diskresi.
Mobil Honda City BG-1488-ON menerobos razia cipta kondisi yang digelar personel gabungan jajaran Polres Lubuklinggau dan Polsek Timur I Kota Lubuk Linggau.
Diduga pelaku kejahatan yang berusaha kabur, akhirnya anggota kepolisian menembak mobil itu, beberapa kali.
Baca: 7 Fakta di Balik Penembakan Satu Keluarga yang Terobos Razia Polisi
Akibatnya, 1 penumpang tewas, 5 lainnya luka termasuk bayi berumur dua tahun.
Mengenai tindakan yang diambil anggotanya, Tito akan mengevaluasi diskresi kepolisian.
Meski diskresi melekat di seluruh anggota kepolisian di seluruh dunia.
Tito menjelaskan, diskresi merupakan penilaian secara subyektif tentang suatu peristiwa, kemudian mengambil opsi tindakan yang tepat dalam rangka melindungi keselamatan publik, dan keselamatan petugas itu sendiri.
"Nah artinya setiap anggota polisi di seluruh dunia termasuk anggota Polri harus memiliki kemampuan mampu menilai dan mengambil tindakan yang tepat. Itu yang dimaksud kewenangan diskresi. Itu yang perlu dievaluasi di kepolisian. Polri khususnya," ujar Tito di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/4/2017).
Tito merasa perlu ada pelatihan mengenai penggunaan diskresi.
Sehingga, saat polisi bertugas di lapangan, dapat melakukan diskresinya dengan tepat. Misal, membuat pelatihan tentang skenario sebanyak-banyaknya peristiwa.
"Kemudian mereka dilatih untuk melakukan, menilai peristiwa itu, dan mengambil tindakan tepat agar tidak terjadi tindakan berlebihan, kekuatan berlebihan, atau justru tindakan yang kurang tepat dilaksanakan karena ancaman sudah seketika," ujar Tito.
Misalnya tidak berani bertindak ketika setiap ada warga yang mau dibacok.
Kemudian anggota kepolisian lambat bertindak dan terjadi pembiaran.
Kata Tito, itu juga bisa menjadi masalah. Menurutnya, polisi tidak boleh bertindak berlebihan, tapi juga tidak lambat dalam bertindak.
"Itu yang disebut polisi kakinya dua, kaki kanannya ada di penjara, kaki kiri ada di kuburan. Coba seandainya itu adalah pelaku kejahatan dan kemudian melakukan tembakan seperti di Tuban bisa menjadi korban. Kalau dia menilai salah ternyata bukan pelaku kejahatan, resiko kena proses hukum," tutur Tito.