KPK Tahan Atase Imigrasi KBRI Malaysia
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Dwi Widodo (DW) Atase Imigrasi KBRI Malaysia, Jumat (21/4/2017).
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah menjalani pemeriksaan ketiga kalinya sebagai tersangka, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Dwi Widodo (DW) Atase Imigrasi KBRI Malaysia, Jumat (21/4/2017).
Dwi Widodo merupakan tersangka kasus penerbitan paspor Indonesia dengan metode reach out tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
Kuasa hukum Dwi Widodo, Yans Jailani membenarkan kliennya ditahan untuk 20 hari kedepan di Rutan Guntur, Jakarta Selatan.
"Penahanan biasa, 20 hari di Guntur. Sebelum ditahan klien saya sudah pernah diperiksa. Pemeriksaan ketiga kalinya ini, lalu ditahan," ujar Yans Jailani di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dikonfirmasi apakah dari tiga kali pemeriksaan, Dwi Widodo mengakui menerima kelebihan uang dari biaya penerbitan parpor hingga akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, Yans Jailani enggan menjawab karena itu materi perkara.
"Itu sudah materi perkara, kalau memang ada, kita tahu KPK punya alat bukti sendiri. Nanti mungkin akan disampaikan," tambah Yans Jailani.
Sebelum di kasus ini, penyidik juga telah memeriksa puluhan saksi.
Saksi terakhir yang diperiksa Kamis (20/4/2017) kemarin yakni Idul Adheman, mantan pembantu Atase Imigrasi KBRI Malaysia dan Elly Yanuarin Dewi, mantan lokal staf KBRI Malaysia.
Atas kasus ini, Dwi Widodo sudah dicegah ke luar negeri, dinonaktifkan dari jabatannya dan ditarik kembali ke tanah air untuk memudahkan penyidikan.
Bahkan kediaman Dwi Widodo di kawasan Depok, Jawa Barat telah digeledah.
Dwi diduga menerima suap miliaran rupiah terkait penerbitan paspor Indonesia dengan metode reachout tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
Berdasarkan perhitungan sementara, diduga Dwi menerima suap Rp 1 miliar dari perusahaan yang bertugas sebagai agen pengurusan paspor WNI di Malaysia yang hilang ataupun rusak.
Selanjutnya perusahaan tersebut memungut biaya yang melebihi tarif resmi. Terlebih lagi perusahaan itu bukan dalam kapasitas sebagai mitra KBRI dalam persoalan paspor dan visa.
Atas perbuatannya, Dwi Widodo dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001.