DPR Dinilai Intervensi Hukum Jika Meminta KPK Buka Rekaman Pemeriksaan Miriyam
"Kami mellihat ini mengarah kepada konflik kepentingan, mengarah kepada interfensi proses hukum KPK," ujar Betty.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak bijak bila Komisi III DPR menggulirkan wacana hak angket agar rekaman pemeriksaan anggota DPR RI Miriyam S. Haryani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dibuka untuk kepentingan anggota dewan.
Demikian dikemukakan Mantan anggota Panitia Seleksi (Pansel) pimpinan KPK, Betti Alisjahbana, kepada wartawan di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (23/4/2017).
Dia menjelaskan itu karena khawatir akan ada konflik kepentingan tertentu dibukanya rekaman tersebut.
"Kami mellihat ini mengarah kepada konflik kepentingan, mengarah kepada intervensi proses hukum KPK," ujarnya.
Baca: Pengamat Curiga Hak Angket DPR Terkait e-KTP Hanya Abal-abal
Wacana hak angekt itu bergulir setelah penyidik KPK Novel atau yang akrab dipanggil Novel Baswedan, di persidangan kasus e-KTP. membuka bahwa Miriyam S. Haryani mendapat ancaman dari sejumlah anggota dewan.
Alhasil sejumlah anggota DPR pun bereaksi atas pernyataan tersebut.
Miriyam S. Haryani adalah anggota DPR RI dar Partai Hanura, yang pada Periode 2009 - 2014 lalu menjabat di Komisi II DPR RI, yang antara lain mengurus proyek e-KTP senilai lebih dari Rp 5 triliun itu.
Proyek tersebut belakangan diketahui menjadi bancakan banyak pihak.
Baca: Hanura Masih Pelajari Usulan Hak Angket Komisi III Terhadap KPK
Pejabat Kementerian Dalam Negeri yang kini menjadi terdakwa kasus tersebut, Irman dan Sugiharto, dalam keterangannya menyebut sejumlah anggota dewan ikut menggasak anggaran megaproyek tersebut.
Selain Miriyam, nama anggota DPR RI lain yang juga disebut antara lain adalah Setya Novanto yang kini menjabat Ketua DPR RI, Yasonna H. Laoly yang kini mejabat Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Ganjar Pranowo yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah serta Olly Dondokambey yang kini menjabat Gubernur Sumatera UTara.
Betti Alisjahbana berharap agar DPR bisa menahan diri, untuk tidak mmengintervensi proses hukum terhadap kasus e-KTP yang masih terus berlangsung ini, dengan cara tidak meminta rekaman hasil pemeriksaan Miriyam dibuka.
"Kami menyerukan kepada DPR untuk menahan diri, biarkan itu dituntaskan, nanti proses hukum, proses pengadilan akan membuktikan," katanya.