KPK Akan Jerat Tersangka Kasus BLBI Dengan Tindak Pidana Pencucian Uang
"Aset recovery nanti akan dilakukan dengan TPPU. Nanti diterapkan Perma Korporasi. Setelah dilakukan tracking ke perusahaannya nanti akan masuk,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kerugian negara akibat penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada April 2004 mencapai Rp 3,7 triliun.
BDNI milik Sjamsul Nursalim merupakan satu bank, penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat krisis moneter pada 1998 silam.
Untuk mengembalikan kerugian negara, KPK nantinya bakal menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus tersebut.
"Aset recovery nanti akan dilakukan dengan TPPU. Nanti diterapkan Perma Korporasi. Setelah dilakukan tracking ke perusahaannya nanti akan masuk," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Selasa (25/4/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: KPK Tetapkan Mantan Kepala BPPN Syarifuddin Arsyad Sebagai Tersangka Korupsi BLBI
Basaria menegaskan penyidiknya akan menelusuri aset-aset perusahaan yang terkait dengan Sjamsul, karena Sjamsul belum melunasi tanggung jawab atas penerimaan BLBI.
Dari total kewajiban Rp 4,8 triliun, Sjamsul baru mengembalikan Rp 1,1 triliun.
Nantinya untuk mengkonfirmasi tracking aset-aset Sjamsul, penyidik akan meminta keterangan Sjamsul yang kini berada di Singapura.
"Mudah-mudahan beliau datang ke kantor KPK. Memberikan penjelasan dengan rinci," katanya.
Ditanya soal apakah nantinya KPK bakal menjerat Sjamsul karena Sjamsul diuntungkan dengan penerbitan SKL yang dilakukan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN, Basaria meminta publik bersabar.
KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syarifuddin Arsyad Temenggung (SAT) sebagai tersangka.
Ia menjadi tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatannya, Syafruddin Arsyad Temanggung disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.