Tandatangani Hak Angket KPK, Politikus NasDem Ini Tak Khawatir Dibully
"Tidak masalah, enggak apa-apa. Silahkan kalau mau bully, persoalan mereka yang membully, kalau orang membully orang lain,"
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Partai NasDem Taufiqulhadi mengakui telah menandatangani usulan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Taufiqulhadi mengaku tidak masalah bila dibully orang yang tidak suka usulan hak angket tersebut.
"Tidak masalah, enggak apa-apa. Silahkan kalau mau bully, persoalan mereka yang membully, kalau orang membully orang lain, Allah tidak ridho dan orang akan masuk neraka," kata Taufiqulhadi di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (27/4/2017).
Taufiqulhadi menilai hak angket KPK bila tidak disetujui maka musibah bagi rakyat Indonesia.
Sebab, KPK akhirnya tidak dapat diawasi.
"Tidak ada chek and balances di lembaga tersebut. Ketika dilakukan fungsi pengawasan dari DPR yang ditolak ramai akan musibah, karena KPK tidak terkontrol," kata Taufiqulhadi.
Taufiqulhadi mengaku tidak mengetahui jumlah pengusul hak angket.
Ia juga tidak melakukan lobi-lobi terhadap anggota Komisi III DPR lainnya untuk menandatangani hak angket.
Baca: Dianggap Lemahkan KPK, Demokrat Tolak Hak Angket
Baca: Fraksi PDIP Pahami Dua Anggotanya Ikut Usulkan Hak Angket KPK
Baca: PDIP Mengerti Alasan Masinton Dukung Hak Angket KPK
Baca: Fraksi Gerindra Tegas Tolak Hak Angket KPK
Taufiqulhadi tak khawatir atas anggapan publik.
"Terpenting saya tidak korupsi, ya kan kita bertindak diatas nurani kita, semua kasus yang sedang ditangani KPK, saya justru mengatakan berjalan terus, kalau dihubungkan itu salah," kata Taufiqulhadi.
Ia juga membantah usulan hak angket merupakan pelemahan terhadap KPK.
Taufiqulhadi mengatakan Komisi III dianggap melemahkan bila memotong anggaran KPK.
Padahal, Komisi III DPR tidak melakukan hal iu.
"Komisi III tidak mau menandatangani anggarannya, sudah selesai, itu misal kita kurangi, misal per kasus Rp 400 juta kita bilang Rp 40 juta, baru itu melemahkan," kata Taufiqulhadi.