Pengacara Ahok: Hakim Tak Mungkin Bisa Diintervensi dengan Aksi Massa
Menurutnya putusan majelis hakim tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun. Apalagi desakan politis
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim penasihat hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama mengaku yakin desakan massa lewat aksi 55, hari Jumat (5/5/2017) kemarin, tidak bakal mempengaruhi putusan kasus dugaan penodaan agama.
"Ternyata hakim tidak bisa diintervensi, hakim akan melihat fakta persidangan, apapun yang dilakukan berbagai pihak tidak bisa mempengaruhi hakim. Itu jelas," kata Humphrey Djemat anggota tim penasihat hukum Basuki di Jakarta, Minggu (7/5/2017).
Baca: Pengacara Yakin Hakim Vonis Bebas Ahok
Menurutnya putusan majelis hakim tidak bisa dipengaruhi oleh pihak manapun. Apalagi desakan politis.
"Hakim tidak bisa diintervensi krn dia bekerja bukan atas situasi politik, dia menilai atas persidangan yang berjalan. Jadi ngga ada yang dikhawatirkan dengan aksi 55 ataupun, dengan aksi yang berjalan saat keputusan dibacakan," kata Humphrey.
Selama persidangan, Humphrey menilai majelis hakim bersikap obyektif. Untuk itu dirinya meminta keputusan yang dijatuhkan harus dihormati.
"Karena kita tahu, hakim mandiri dan punya integeritas. Dan itu sudah dibuktikan selama persidangan," katanya.
Lebih lanjut Humphrey mengaku yakin majelis hakim bakal menjatuhkan vonis bebas.
"Sebenarnya kami akan menjalani Umroh untuk mendoakan Pak Ahok agar dapat keputusan bebas, kami juga berdoa agar Allah memberikan yang terbaik," kata Humphrey.
Sidang putusan Ahok sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama akan digelar pada Selasa (9/5/2017). Jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya menyatakan Ahok bersalah dan melanggar Pasal 156 KUHP.
"Perbuatan saudara secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur 156 KUHP, oleh karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun," kata JPU Ali Mukartono, di persidangan, Kamis (20/4/2017).
Sebelumnya, Ahok didakwa Pasal 156a KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Sedangkan, dakwaan alternatif kedua mencatut Pasal 156 KUHP dengan ancaman maksimal 4 tahun penjara.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena menyebut dan mengaitkan surat Al Maidah 51 dengan Pilkada DKI. Penyebutan surat Al Maidah 51 ini disampaikan Ahok saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.
Pernyataanya terkait Surat Al-Maidah Ayat 51 membawanya ke meja hijau. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 a KUHP atau Pasal 156 KUHP.