Hanura dan NasDem Angkat Bicara soal Vonis Ahok
Partai Hanura dan NasDem angkat bicara mengenai vonis yang diterima Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Hanura dan NasDem angkat bicara mengenai vonis yang diterima Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kedua partai tersebut bersama Golkar dan PDI Perjuangan mengusung pasangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI Jakarta.
"Kita menghormati apapun keputusan pengadilan. Keputusan hakim tentunya berdasarkan pertimbangan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan," kata Wasekjen Hanura Dadang Rusdiana melalui pesan singkat, Rabu (10/5/2017).
Dadang mengatakan Ahok memiliki hak untuk mengajukan banding. Apalagi, kata Dadang, Ahok telah menyampaikan tidak bermaksud menistakan agama.
"Pak Ahok harus bersabar. Ini bagian dari kehidupan yang harus beliau jalani," kata Anggota Komisi X DPR itu.
Sementara, anggota Dewan Pakar NasDem Taufiqulhadi menilai keputusan pengadilan harus diterima. Ia yakin para hakim telah mempertimbangkan segalanya secara seksama.
"Tidak ada yang perlu dikomentari lagi. Saya percaya kepada pengadilan. Tapi dalam konteks pencari keadilan, Pak Ahok masih bisa maju ke pengadilan banding. Itu hak seorang pencari keadilan," kata Anggota Komisi III DPR itu.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri Jakarta memerintahkan agar menahan terdakwa penodaan agama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Perintah tersebut karena Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penodaan agama.
"Memerintahkan terdakwa ditahan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Dwiarso, saat membacakan amar putusan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5/2017).
Pada sidang vonis, majelis hakim memvonis Ahok pidana penjara dua tahun.
"Menyatakan terdakwa Ir Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu pidana penjara dua tahun," kata Dwiarso.