Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terdakwa Penyuap Mengaku Bersalah dan Menyesal

Penyesalan tersebut disampaikan Hardy Stefanus saat membacakan nota pembelaan

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Terdakwa Penyuap Mengaku Bersalah dan Menyesal
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tersangka pegawai PT Melati Technofo Indonesi (MTI) Hardy Stefanus digiring ke mobil tahanan dengan mengenakan rompi oranye usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/12/2016). Hardy Stefanus bersama rekannya Muhammad Adami Okta terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), di kantor Lama Bakamla Jalan Sutomo Jakarta Pusat pada Rabu (14/12/2016) petang usai memberikan uang kepada Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, bersamanya KPK menyita uang senilai Rp 2 milyar yang terdiri dari pecahan dolar Amerika Serikat (USD) dan dolar Singapura (SGD), serta mengamankan sebuah mobil Toyota Fortuner berwarna hitam dengan nomor polisi B 15 DIL, yang diduga suap terkait pengadaan Long Range Camera, Monitoring Satellite dan pengadaan Backbone Coastal Surveillance System. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Marketing dan Operasional PT Merial Esa Hardy Stefanus mengaku bersalah telah turut serta dalam menyuap pejabat Badan Keamanan Laut (Bakamla) dalam proyek pengadaan monitoring satelit Bakamla tahun anggaran 2016.

Penyesalan tersebut disampaikan Hardy Stefanus saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).

"Di dalam persidangan ini, saya juga ingin menyatakan bahwa saya mengakui segala kesalahan dan kekhilafan yang telah saya lakukan dan saya sangat menyesali perbuatan yang telah saya lakukan," kata Hardy.

Hardy mengaku sadar perbuatannya telah berakibat buruk kepada negara dan bangsa karena tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang sedang gencar dicanangkan. Untuk itu, Hardy mengatakan bertanggung jawab dan telah membantu KPK selama proses penyidikan yakni memberikan keterangan yang sebenar-benarnya sesuai dengan fakta yang terjadi.

"Majelis hakim Yang Mulia, jika diperkenankan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada sidang yang dimuliakan ini, saya mohon agar kiranya saya dapat diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saya dan ke depannya saya berjanji untuk tidak mengulangi hal tersebut," kata Hardy.

Sebelumnya, Adami Okta dituntut dua tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Adami mendapat status saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator dari KPK.

BERITA REKOMENDASI

Adami dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo Pasla 64 ayat 1 KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan kedua.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas