Komunitas Gay Pernah Adakan Gathering di Balikpapan: Sejak SMP Sadar Suka Sesama Jenis
Fenomena kaum LGBT ((Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), khususnya gay terjadi tidak hanya di kota-kota besar, tapi sudah merambah ke daerah.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA - Belum lama ini, publik dihebohkan berita penggerebekan pesta kaum homo seksual di Jakarta.
Sebelumnya, kasus serupa juga terungkap di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Fenomena kaum LGBT ((Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender), khususnya gay terjadi tidak hanya di kota-kota besar, tapi sudah merambah ke daerah.
Tak dapat dipungkuri, di sekitar kita mungkin ada kelompok masyarakat minoritas LGBT. Mereka beraktivitas layaknya orang kebanyakan.
Bekerja sehari-hari, guna memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Wartawan Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network) berkesempatan berbincang dengan seorang pria berusia 27 tahun asal PPU yang sudah lama merantau ke Kota Samarinda.
Kepada Tribun, dia tidak ragu mengaku jika dirinya gay.
Ditemui di salah satu swalayan, kawasan Jalan Kadrie Oening, Samarinda tempat ia bekerja, pria berkaca mata tersebut mulai menceritakan awal mula dirinya menemukan jati dirinya, hingga kisah keluarganya mengetahui jika dirinya penyuka sesama jenis.
Sebut saja V, pria lulusan Sarjana (S1) salah satu perguruan tinggi negeri di Samarinda itu mengaku, awal mula dirinya tertarik dengan pria saat masih duduk di bangku SMP.
Mengetahui hal itu, V sempat menutup diri, bahkan bingung dengan jati dirinya sendiri.
"Saat di bangku SMP saya sadar, dan saat itu saya sempat bingung dengan jati diri saya ini, bahkan sempat menutup diri. Menginjak masuk SMA, pernah ada perempuan tertarik dengannya, tapi saya tidak tertarik," ungkapnya, Minggu (28/5/2017) lalu.
Lulus SMA dirinya memilih kuliah ke Samarinda. Sambil menyelesaikan perkuliahan, pria berperawakan atletis ini mencari tahu tentang keberadaan orang-orang sepertinya.
Ternyata di sekitar tempat kuliahnya banyak yang seperti dia.
"Awalnya melihat dari fisik, yang kemayu, dan juga ada yang feminim. Dari itu mulai berkenalan, hingga akhirnya mengakui jati diri masing-masing. Ternyata tidak hanya saya saja, tapi ada banyak, dan di lingkungan kampus saya juga ada," tuturnya.