Rektor Dipilih Presiden, Gerindra Nilai Jokowi Hidupkan Gaya Orba Bungkam Kampus
Penentuan rektor oleh Presiden juga dinilainya sama dengan mengembalikan pengelolaan dunia kampus kembali seperti era Orde Baru.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menyayangkan sikap pemerintah yang menarik dunia kampus dalam pusaran politik Istana. Pemilihan rektor perguruan tinggi, sesuai rencana akan ditentukan oleh Presiden Joko Widodo, sebagaimana disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
"Kenapa harus ditarik ke Presiden dalam pemilihan rektor perguruan tinggi? Biar saja dibawah kewenangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang penting prosesnya transparan," tegas Andre saat dihubungi wartawan, Senin (5/6/2017).
"Kalau mau memperbaiki dunia kampus, akan lebih baik jika mekanismenya yang diperbaiki agar lebih transparan. Jangan ditarik-tarik ke ranah politik Istana," sambungnya.
Menurutnya, beban Presiden saat ini sudah sangat berat. Dari permasalahan ekonomi hingga pelaksanaan program pembangunan infrastruktur. Belum lagi penanganan kekisruhan politik belakangan yang membutuhkan banyak energi.
Dari kasus makar terhadap pemerintahan dengan menangkap sejumlah aktifis dan tokoh kritis oleh polisi, ekses kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta di daerah hingga penangkapan sejumlah ulama dan kasus Imam Besar FPI Habib Rizieq.
"Situasi politik tanah air ini kan masih belum reda, jangan ditambahi lagi beban politik Presiden dengan kekisruhan baru soal pemilihan rektor," kata Andre.
Sebagai mantan Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti, Andre melihat rencana penentuan rektor oleh Presiden sebagai indikasi upaya pembungkaman dunia kampus.
Salah satunya indikasi membungkam gerakan mahasiswa yang selama berdiri sebagai agen perubahan di masyarakat.
Penentuan rektor oleh Presiden juga dinilainya sama dengan mengembalikan pengelolaan dunia kampus kembali seperti era Orde Baru.
Dimana pengekangan kampus saat itu melalui Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaa (NKK/BKK).
"Kerangka yang disampaikan karena khawatir pemilihan rektor diikuti isu radikalisme, terorisme, tapi publik tetap melihatnya ini sebagai bagian dari pembungkaman dunia kampus," tegas Andre.
"Jangan sampai NKK BKK hidup kembali, tolong jangan cara - cara Orba dihidupkan lagi, saya berharap Presiden bijak melihat persoalan ini. Lebih baik tetap di Kemenristek Dikti, tapi lebih transparan dan bertanggungjawab, daripada ditarik ke Presiden," pungkasnya.
Untuk diketahui, Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan hasil komunikasi Mensesneg dengan Presiden dan Menristek Dikti mengenai penentuan akhir rektor berada di tangan Presiden, Kamis (1/6/2017).
Berlaku demikian karena pemerintah khawatir munculnya ideologi selain Pancasila menyusup ke dunia kampus. Tjahjo lantas mengungkap bagaimana ada dekan yang menganut paham Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan terbongkar saat akan dilantik sebagai pimpinan perguruan tinggi.
Belakangan atau beberapa saat setelah ramai ditanggapi publik, Tjahjo menyatakan bahwa tidak rektor dipilih Presiden melainkan dikonsultasikan terlebih dulu ke Presiden.
Konsultasi dilakukan karena posisi rektor dipandang strategis dan berpengaruh terhadap proses pembelajaran mahasiswa.
"Hasilnya dilaporkan kepada Bapak Presiden, sehingga Bapak Presiden tahu siapa rektor perguruan tinggi karena dipilih senat perguruan tinggi dan usul pemerintah lewat Menristekdikti," katanya.