Banyak Kelemahan, Muhammadiyah Tolak Sistem Pemilu Terbuka
Pengurus Pusat Muhammadiyah menilai sistem pemilu terbuka seperti yang diterapkan dalam dua Pemilu terakhir banyak kelemahan.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Sistem pemilu tidak berubah-ubah setiap periode pemerintahan.
"Kentara sekali kepentingan sektoral kepartaian saja. Harapan ke depan tidak hanya pemilu 2019. DPR dan pemerintah ke depan bisa merumuskan Undang-Undang yang layak dipakai untuk berapa kali," katanya.
Dalam pemilih legislatif (Pileg), aplikasi sistem proposional tertutup yakni, pemilih hanya memilih (gambar) partainya saja dalam surat suara.
Partai kemudian akan menentukan siapa yang akan duduk menjadi anggota legislatif.
Sementara itu sistem terbuka terbatas yakni dalam surat suara terdapat gambar partai serta nomor urut Calon.
Pemilih akan memilih gambar partai serta gambar calon yang diberi nomor urut.
Nantinya calon yang duduk di kursi legislatif diputuskan berdasarkan nomor urut calon atau keputusan partai.
Sementara itu sistem pemilu terbuka seperti yang diterapkan dalam Pemilu 2009 dan 2014, yakni pemilih akan mencoblos gambar partai dan nama calon.
Mereka yang mendapatkan suara terbanyak akan duduk di kursi legislatif.
Dalam pembahasan sistem pemilu di DPR sekarang ini terdapat 4 fraksi yang menyetujui sistem pemilu terbuka yakni Gerindra, PKS, PAN, dan NasDem.
Sementara fraksi lainnya belum bersikap.
Usulan revisi UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 sendiri, datang dari pemerintah yang diajukan kepada DPR.
Satu poin dalam draf yang diajukan pemerintah yakni pasal 138 ayat (2) dan (3) mengenai sistem Pemilu.
Pemerintah mengusulkan sistem pemilu terbuka terbatas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.