KPK Tidak Berniat Periksa Megawati Soekarnoputri
Febri mengakui memang pemberian SKL yang dilakukan BPPN ke sejumlah obligor BLBI diatur dalam Inpres Megawati itu.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berniat memeriksa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim.
Diketahui SKL untuk Sjamsul yang dikeluarkan oleh tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pada 2004 silam mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 3,7 triliun.
Megawati saat itu mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 untuk memberikan jaminan hukum kepada obligor yang telah melunasi utang BLBI.
Instruksi tersebut menjadi dasar BPPN mengeluarkan SKL kepada obligor penerima BLBI, yang telah melunasi utangnya.
Syafruddin memberikan SKL ke Bos PT Gajah Tunggal Tbk itu pada April 2004 silam.
Penerbitan SKL dilakukan jelang BPPN mengakhiri tugasnya per 30 April 2004, berdasarkan Keppres Nomor 15/2004, yang diteken Megawati.
Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat ini pihaknya tengah fokus pada pelaksanaan kebijakan yang dikeluarkan Megawati itu pada tingkat pelaksanaan, yakni penerbitan SKL oleh BPPN ke Sjamsul.
"Kami masih fokus mengumpulkan dan menguraikan fakta pada tahap implementasi kebijakan," kata Febri, Senin (12/6/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Febri mengakui memang pemberian SKL yang dilakukan BPPN ke sejumlah obligor BLBI diatur dalam Inpres Megawati itu.
Namun, yang menjadi persoalan adalah, keputusan BPPN menerbitkan SKL ke obligor yang masih ada kewajiban membayar atau belum melunasi utangnya.
Dari saksi-saksi yang telah diperiksa penyidik seperti dua mantan Menteri Ekonomi Keuangan dan Industri Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, pengusaha Artalyta Suryani, kerabat Sjamsul di PT Gajah Tunggal Tbk, hingga mantan pejabat BPPN, itu dilakukan penyidik untuk mengusut dua hal.
Pertama, kata Febri, penyidik KPK ingin menelusuri kepemilikan aset Sjamsul, baik yang ada di dalam maupun luar negeri. Termasuk juga soal penjualan aset yang dilakukan Sjamsul untuk menutupi utangnya.
"Kedua penyidik KPK juga ingin menelusuri proses penerbitan SKL yang dilakukan BPPN serta peran Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK)," ujar Febri.
Diketahui KKSK dibentuk di era Presiden BJ Habibie yang bertugas mengawasi kerja BPPN dalam mengejar pengembalian pinjaman para obligor penerima BLBI. KKSK langsung bertanggung jawab kepada presiden dalam menjalankan tugasnya.
Salah satu kewenangan KKSK adalah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana induk penyehatan perbankan yang disusun BPPN.