Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Begini yang Diajarkan Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga pada Santrinya

Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga di Gandrungmangu, Cilacap, memiliki santri yang luar bisa, yakni berandalan, pemabuk, dan pemadat.

zoom-in Begini yang Diajarkan Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga pada Santrinya
Muhammad Ridlo/KBR
Kelompok Solawat Metal (Solmet) sedang latihan musik di Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga. 

TRIBUNNEWS.COM - Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga di Gandrungmangu, Cilacap, memiliki santri yang luar bisa, yakni berandalan, pemabuk, dan pemadat.

Tak seperti pesantren lainnya, pesantren ini membolehkan santrinya bermusik dan berambut gondrong. Beberapa di antaranya, bertato. Mereka pun memiliki kelompok musik.

api jangan salah, dari sini lah mereka kemudian menyiarkan ajaran agama ke sekolah, radio, dan mushala.

Bagaimana kisahnya? Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Pondok Pesantren Metal Tobat Sunan Kalijaga di Kecamatan Gandrungmangu, Cilacap, Jawa Tengah, memiliki 450 santri dari berbagai kalangan.

Seperti namanya, pesantren ini berisi anak-anak penyuka musik metal, anak jalanan, hingga preman. Tapi, di sinilah mereka bisa diterima belajar agama saat dimana pesantren lain menolak.

Pendiri Pesantren ini Kyai Haji Soleh Aly Mahbub, atau biasa disapa Abah Soleh. Di sini, santri dibolehkan bermusik, melukis, atau berkesenian lainnya. Sebab, menurutnya yang terpenting menyisipkan jiwa santri.

Berita Rekomendasi

“Saya melihat potensi anak. Saya mendidik, saya melihat potensi. Prinsip saya, bukan melihat ini anak akan dijadikan seperti apa. Bukan. Saya lihat potensinya saja. Kalau memang dia berpotensi jadi pemusik, saya dorong jadi pemusik. Kalau saya lihat, anaknya bagus, dia tinggi, bakat jadi militer, ya saya masukkan ke militer. Kalau memang bakatnya jadi kyai, saya dorong jadi kyai. Apa manfaatnya? Manfaatnya agar anak-anak ini berguna sesuai dengan karakternya,” terangnya.

Di sini pula, ada pusat rehabilitasi mental. Hingga sekarang, ada delapan santri yang dalam proses rehabilitasi, enam di antaranya karena narkoba dan sisanya gangguan jiwa.

Abah Soleh mengaku tak memiliki metode njlimet untuk menyembuhkan mereka. Sebab, kata dia, obatnya hanya berdoa dan berpuasa daud.

Puasa daud adalah puasa yang dilakukan Nabi Dawud Aalaihissalam dengan cara sehari berpuasa, sehari tidak. Puasa daud ini pun dilakoni selama tiga tahun berturut-turut tanpa henti.

“Sadar itu tidak harus dengan obat. Atau direhabilitasi. Nanti juga akan kembali kalau ada masalah. Kalau direhab dengan obat. Tetapi kalau ini, dengan cara puasa. Puasa Dawud, tiga tahun. Setelah selesai puasa tiga tahun, boro-boro minum lagi. Baunya saja, nyium baunya itu saja sudah mutah. Itu memang, puasa itu, secara otomatis bisa mencegah untuk tidak mabuk lagi. Dan itu terbukti,” bebernya.

Dalam kurikulum pesantren, Pondok Metal Tobat membaginya dalam beberapa hal. Pada awal masuk, santri diwajibkan mempelajari ilmu alat yaitu pelajaran nahwu-shorof, untuk tata bahasa Arab. Di waktu yang sama, santri masuk kelas Alquran dan Fiqih.

Kelas Alquran terdiri dari beberapa jurusan keilmuan, mulai dari Tafsir Qur’an hingga Tahfidzul Qur’an. Sementara, dalam Fiqih, ratusan kitab klasik ulama kenamaan dipelajari dengan mengaji secara sorogan (perorangan), maupun bandungan (general stadium).

Ketika kesana, saya dikenalkan dengan Rudiarto, santri berambut gondrong. Dia adalah Ketua Solmet, atau Solawat Metal.

Pembawaan Rudiarto santai, gaya bicaranya slenge’an tapi sopan. Pengagum Bim Bim Slank ini rupanya anggota Slankers. Dia pun bercerita mengapa akhirnya mondok di sini.

“Saya basic-nya saya anak reggae. Vespa juga yang sampah pakai panjang-panjang, dan rambutnya gimbal. Tetapi itu dulu, kalau sekarang saya malu, Mas. Wis tua. Saya musik ya, manggung-manggung di Purwokerto juga, di Zone Cafe. Dulu dengan Anung Lodse, sering manggung. Ke kota sana-sini. Tapi saya menemukan kejenuhan, yang dunianya cuma mabuk dan cewek,” tutur Rudiarto.

Lelaki bertato di punggung ini adalah salah satu santri yang dalam proses rehabilitasi dari kecanduan narkoba dan gangguan jiwa.

Dia, pertama kali masuk ke pesantren pada 2014 silam atas saran seorang kawan. Mulanya ia hanya bengong saja karena tak tahu harus melakukan apa. Satu-satunya hal yang bisa menghiburnya adalah musik.

“Kalau aku sih, sudah termasuk kecanduan. Sebelum ke sini saja sudah kecanduan. Karena aku sejak kumpul dengan anak vespa, kemudian reggae juga, aku sudah makai-makai kaya gitu juga. Sebelum kenal sini (Pondok Pesantren Metal Tobat-red). Kalau threat di sini sih, disuruh betah dulu juga. Suruh betah, suruh lihat situasi. Perlahan demi perlahan, baru hilang. Bisa memakan satu tahun dua tahun,” kata Rudiarto,” ujarnya.

Kata Rudiarto, di sini ada satu santri bekas bandar besar sabu yang berasal dari Palembang. Si santri juga dalam proses rehabilitasi.

Kelompok Solawat Metal yang dipimpin Rudiarto, itu hari sedang berlatih musik. Sholawatan ala mereka, dipadu musik Reggae dan Metal. Total ada 18 santri yang bergabung. Rudi sebagai keyboardis, tapi belakangan dia gandrug pada biola.

“Kalau rock and roll itu kita biasa main, tetep. Tetapi kalau di Solmet ini kan ada unsur wayang, unsur dakwah, baru unsur kesenian. Jadi ini, untuk wayangnya ini, itu ada dakwahnya, dan juga buat selingan dagelan. Tidak full untuk musik semua. Setiap bulan, per bulan kita ada sekitar 10 panggung. Biasanya ada hajatan-hajatan,” beber Rudiarto.

Di komplek Pondok Pesantren, ada belasan gubuk panggung tak beraturan. Gubuk itu disebut uzlah. Uzlah dipakai santri untuk mengasingkan diri atau mendalami ilmu.

Di sana, ada juga santri berusia belasan tengah memasak di dapur. Cara memasaknya sederhana, nasi dikukus dalam ketel yang diletakkan di atas tungku terbuat dari bata.

“Ini lagi masak buat buka puasa. Masak pagi sama malam. Kecuali bulan puasa. Ada juga yang membeli di luar. Masaknya bergantian, per kelompok. Kan ada empat kelompok ini. Masak untuk semua santri. Kalau yang sudah ustadz dimasakin sama santri putri,” ujar Akbar.

Di uzla itu, hanya santri senior yang diperbolehkan tinggal. Sementara santri lainnya, harus tinggal di asrama. Meskipun saat ini ada pergeseran makna uzlah, yakni menjadi tempat tinggal para santri yang juga sudah bekerja dan atas seizin sang pengasung pondok.

Sejak didirikan pada tahun 2000, sudah 22 santri yang khatam Qur’an bil Ghoib atau hafidz. Mereka terdiri dari 19 khafidzoh atau penghafal al quran perempuan dan 3 santri pria.

“Tahfidzul Quran. Kalau yang sudah khatam berarti, kalau tidak salah, itu sekitar 19 santri putri. Terus santri putra ada tiga anak. Kalau tahun ini ada 11 anak. Putra-putri. 10 santri putri dan satu santri putra. Semuanya masih di sini,” ungkapnya.

Pesantren Metal Tobat terlihat mapan dan maju pesat dibanding 17 tahun lalu. Namun masih ada beberapa PR.

Dalam tiga tahun ke depan, pesantren ini berencana membangun satu aula utama dan lokal pondok untuk pengembangan. Pasalnya, bangunan yang ada sekarang dirasa tak lagi mencukupi antusiasme masyarakat yang hendak memasukkan anaknya ke sini.

Sementara, 17 santri angkatan pertama telah lulus. Tiga belas di antaranya mengikuti jejak Abah Soleh mendirikan pesantren dan dua lainnya menjadi pengusaha.

“Tetapi alhmadulillah, sampai saat ini, nama Metal Tobat itu hanya sekedar nama. Karena, pada dasarnya, dulu yang mondok awal, anak 17 itu pemakai narkoba semua. Dan alhamdulillah pada jadi kyai. Yang jadi kyai ada 13 orang. Sudah almarhum, dua orang meninggal, yang tadinya di pesantren. Dua orang lainnya, jadi pengusaha,” tutup Kyai Soleh.

Abah Soleh pun menekankan pada para santrinya, jika suatu saat membuka pondok pesantren mereka harus menampung orang-orang dari beragam golongan dan tak mempermasalahkan latar belakangnya. Sebab, baginya bertobat bisa dilakukan oleh semua manusia, dengan niatan bulat.

Penulis: Muhamad Ridlo/Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)

Admin: Sponsored Content
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas