Kepala BNPT: Biasanya Pemahaman Agama 'Lone Wolf' Tidak Terlalu Tinggi
"Kan online (red: daring), mana ada sekat kita online, semua masuk, sepanjang ada sinyal,"
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku teror yang dikategorikan sebagai 'lone wolf' bisa direkrut dari mana saja.
Selama masih ada media komunikasi seperti sinyal seluler.
"Kan online (red: daring), mana ada sekat kita online, semua masuk, sepanjang ada sinyal," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, Jakarta Pusat, Senin (3/7/2017).
Saat ini di berbagai tempat yang digerakan kelompok teror adalah simpatisan.
Mereka kemudian beraksi dan disebut sebagai 'lone wolf'.
Pada umumnya lone wolf belum pernah mendapat pelatihan khusus, serta terlibat jaringan teror.
Mereka hanya terinspirasi melalui propaganda dunia maya.
"Yang kayak gini pemahaman agamanya nggak tinggi-tinggi amat, tapi kan punya pemahaman kan," katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, dalam kesempatan terpisah menambahkan, pelaku teror yang dikategorikan Lone Wolf adalah orang-orang yang terjebak.
"Orang-orang yang terjebak oleh pengaruh internet, menjadi Lone Wolf, jadi aksi terornya bukan bagian dari suatu jaringan, tapi atas insiatif sendiri," ujarnya.
Untuk memitigasi pengaruh dari kelompok penebar teror di dunia maya, Wiranto menyebut hal itu perlu diperkuat undang-undang (UU).
Ia berharap UU nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan teroisme yang sampai sekarang masih terus dibahas revisinya bisa segera dituntaskan.
"Kedua juga, harus melibatkan massyarkat, jadi korban juga masyarakat. Oleh karena itu masyarakat juga dilibatkan, dengan memberdayakan mereka untuk masuk ke jaringan 'early warning system"(red: sistem peringatan dini)," ujarnya.