Penusukan Brimob di Masjid Blok M, Aksi Lone Wolf Sangat Berbahaya
Mulyadi, terduga pelaku penusukan personel Brimob di Masjid Faletehan tidak terkait jaringan teroris.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mulyadi, terduga pelaku penusukan personel Brimob di Masjid Faletehan tidak terkait jaringan teroris.
Kepolisian menyimpulkan Mulyadi melakukan aksisnya secara 'lone wolf'.
Anggota Komisi III DPR Didik Mukriyanto mengatakan lone wolf dilakukan secara sendiri tanpa komando kelompoknya atau hanya sekedar simpatisan tanpa terkoneksi jaringannya secara langsung.
"Kejahatan Lone Wolf ini sangat bahaya dan tidak bisa terdeteksi dan bisa meledak sewaktu-waktu tergantung emosional pribadi pelakunya. Bahkan korbannyapun bisa siapa saja yg saat itu dalam emosi negatifnya pelaku," katq Didik melalui pesan singkat, Senin (3/7/2017).
Baca: Mulyadi, Pelaku Teror terhadap Polisi di Masjid Falatehan Memiliki KTP Ganda
Didik mengatakan para pelaku terorisme secara Lone wolf tersebut adalah seorang pribadi yang tidak bisa dilacak, tenggelam dalam obsesi pribadinya dan penuh dendam.
Politikus Demokrat itu mengakui mendeteksi sepak terjang kejahatan seperti ini tidak mudah.
"Tentu kejadian di Masjid deket Mabes Polri kemarin, contoh nyata yang harus diantisipisasi dan diwaspadai oleh Polri. Apabila kejahatan seperti ini berkembang maka akan sangat bahaya bagi keamananan masyarakat," kata Didik.
Disisi lain, kata Didik, kejadian tersebut merepresentasikan begitu dendamnya pelaku terhadap Polisi.
Menurut Didik, hal itu menjadi introspeksi mendalam bagi Kepolisian atas apa yang dilakukan selama ini.
"Bisa saja Pelaku menganggap Kepolisian sudah tidak netral lagi dalam berbagai kepentingan, mungkin bisa saja Kepolisian tidak fair lagi dan melakukan keberpihakan kepada kelompok tertentu di masyarakat," kata Didik.
Didik menghimbau agar polisi memperkuat posisi dan perannya sebagai alat negara dalam menghadirkan rasa nyaman dan aman bagi seluruh masyarakat.
Didik menuturkan polisi tidak boleh pandang bulu dan tebang pilih dalam menegakkan hukum.
"Polisi harus tegak lurus pada keadilan dan bukan kepada kekuasaan atau kelompok. Polisi harus transparan, fair dan adil. Jangan membiarkan dirinya diintervensi oleh kekuasaan atau kekuatan kelompok tertentu yang ingin mengadu domba anak bangsa. Polisi juga jangan ikut arus pergerakan dan persepsi yang dibangun segelintir orang," kata Didik.
Dengan cara tetap obyektif dan tidak membiarkan kepolisian menjadi alat kekuasaan, kata Didik maka salah satu cara untuk meredam dan menghindarkan dari kebencian.
"Polisi harus menjadi pengayom seluruh masyarakat," tutur Didik.
Sebelumnya, berdasarkan penelusuran Densus 88 diketahui bahwa Mulyadi terduga pelaku merupakan simpatisan ISIS.
"Terduga pelaku merupakan simpatisan ISIS yang terkooptasi radikal dari materi-materi yang diunggah pada website radikal maupun grup-grup messenger radikal yang diikutinya," ujar Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Rikwanto, Minggu (2/7/2017).
Jenderal bintang satu ini melanjutkan dari temuan barang bukti yang ada, diduga Mulyadi merupakan simpatisan ISIS secara unstruktur.
Dimana dia diduga tidak bergabung dengan kelompok jaringan teror yang ada di Indonesia.
"Terduga melakukan aksinya secara lone wolf, yang diduga termotivasi dari maraknya materi yang diunggah pada grub telegram radikal soal amaliyah dengan modus penusukan kepada anggota Polri lalu merampas senjata," tambah mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.