Gubernur Sultra Datang ke Gedung KPK dengan Senyum, Keluarnya Pakai Rompi Oranye
Ia dijebloskan ke Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdan Jaya Guntur.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan penahanan tersangka kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam, Rabu (5/7/2017).
Usai diperiksa selama sekitar delapan jam, kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini hanya tertunduk berjalan menggunakan rompi oranye tahanan KPK, menuju mobil tahanan.
Ia dijebloskan ke Rumah Tahanan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK Pomdan Jaya Guntur.
Nur Alam yang hadir didampingi penasihat hukumnya sekitar pukul 13.00 WIB,saat keluar Gedung KPK tepat pukul 20.20 WIB malam dirinya dikawal petugas KPK masuk ke mobil tahanan.
Tidak sepatah kata terlontar dari mulut Nur Alam saat disinggung sejumlah pertanyaan oleh awak media. Begitu juga saat disinggung mengenai penahanannya.
Mobil minibus hitam tahanan yang membawa Nur Alam pun meninggalkan Gedung KPK dengan diiringi tangis sejumlah pendukung dan keluarga yang mendampinginya.
Jubir KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya menahan Nur Alam selama 20 hari kedepan.
"KPK melakukan penahanan terhadap tersangka NA (Nur Alam) untuk 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang KPK yang berlokasi di Pomdam Jaya Guntur," kata Febri saat dikonfirmasi.
Diketahui, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan IUP sejak Agustus 2016.
Nur Alam diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam menerbitkan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB. Perusahaan itu melakukan pertambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana tahun 2009-2014.
Atas dugaan itu, Nur Alam dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.