Menristek Dikti Beri Dua Opsi Bagi Dosen Perguruan Tinggi Negeri Anggota HTI
"Saya usulkan begitu karena dia (dosen dan pegawai) adalah bagian dari negara, maka tidak boleh pisah dari negara, itu penting sekali," kata Nasir.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ikrar Gilang Rabbani
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Dosen dan pegawai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang tetap tergabung dalam organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kedepan akan diberi dua pilihan, yakni keluar dari HTI dan mengabdi kepada negara atau tetap bergabung ke HTI namun status Pegawai Negeri Sipil (PNS) otomatis dicabut.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir di sela-sela pembukaan Kongres ke-9 Pancasila di Balairung UGM, Sabtu (22/7/2017).
Ia mengatakan, pada 26 Juli mendatang akan mengumpulkan seluruh rektor di Indonesia untuk menyampaikan opsi dan aturan bagi dosen yang terlibat dalam HTI.
Hal tersebut merespon usai ditetapkannya HTI sebagai organisasi terlarang dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
"Aturan itu harus mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) No 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS disitu sangat jelas, pegawai negara menyatakan diri harus setia pada Pancasila dan UUD 1945," ungkap Nasir, Sabtu (22/7/2017).
Nasir menjelaskan, usai HTI ditetapkan terlarang berdasarkan Perppu nomor 2 tahun 2017 tersebut, maka dosen dan pegawai PTN tidak boleh terlibat dalam kegiatan organisasi HTI.
Mereka lalu diberi dua pilihan, yakni keluar dari HTI dan mengabdi kepada negara sebagai PNS atau tetap bergabung ke HTI namun harus keluar dari statusnya sebagai PNS.
"Saya usulkan begitu karena dia (dosen dan pegawai) adalah bagian dari negara, maka tidak boleh pisah dari negara, itu penting sekali," kata Nasir.