KPK Ingatkan Pansus DPR Jangan Lecehkan Proses Pengadilan
KPK mengingatkan kepada semua pihak, termasuk Pansus Angket KPK untuk menghormati proses hukum kasus korupsi proyek e-KTP.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada semua pihak, termasuk Pansus Angket KPK untuk menghormati proses hukum kasus korupsi proyek e-KTP.
Terlebih di kasus ini sudah ada dua terdakwa yakni Irman dan Sugiharto yang sudah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah juga meminta Pansus Angket KPK tidak mempersoalkan dugaan kerugian negara Rp 2,3 triliun di proyek tersebut.
"Kami harap semua pihak menghargai proses peradilan, putusan ada (kerugian negara). Jangan sampai ada tindakan yang dapat melecehkan peradilan," tutur Febri, Jumat (28/7/2017)
Febri juga meminta semua pihak menahan diri, mengikuti proses hukum kasus e-KTP yang penyidikannya masih berjalan di KPK, serta
berharap agar tidak ada pihak-pihak yang mencoba mengintervensi jalannya kasus.
"Saya harap kita bisa tahan diri ikuti aturan yang berlaku, hormati peradilan," tegasnya.
Disinggung soal rencana Pansus Angket KPK yang memanggil mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Menurut Febri, seharusnya menghormati proses hukum e-KTP yang masih berjalan.
"Kasus e-KTP berjalan penyidikan ada tiga di proses penyidikan, dua terdakwa telah divonis bersalah. Hormati hargai proses peradilan, jangan gunakan kekuasaan lain yang berisiko," tambahnya.
Diketahui nama Gamawan muncul dalam surat dakwaan serta tuntutan Irman dan Sugiharto. Mantan Gubernur Sumatera Barat itu diduga menikmati uang proyek e-KTP. Gamawan juga telah dihadirkan di persidangan Irman dan Sugiharto.
KPK sampai saati ini masih menangani tiga tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka yakni Andi Agustinus alias Andi Narogong, Ketua DPR Setya Novanto dan anggota DPR dari Fraksi Golkar Markus Nari.
Sementara itu, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto telah divonis masing-masing tujuh dan lima tahun penjara.