Pengamat LIPI: Pertemuan SBY-Prabowo Tak Perlu Ditanggapi Berlebihan
Tidak ada yang luar biasa dari pertemuan Keta Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak ada yang luar biasa dari pertemuan Keta Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Doa Tukang Becak yang Suka Sedekah Kesampaian Berhaji Tahun Ini https://t.co/HcnPfRze75 via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 28, 2017
Pasalnya hanya menyepakati kerja sama moral dan kerja sama politik, tak menyepakati soal koalisi untuk Pilpres 2019.
Pengamat Politik Lembaga Ilmu Politik Indonesia (LIPI) Indria Samego melihat pertemuan Prabowo-SBY, hanya sebagai bentuk komunikasi politik yang selama ini hilang karena ada perbedaan kepentingan, baik dalam pilgub DKI maupun pilkada lainnya.
"Hanya Bentuk komunikasi politik. Kita harus menanggapinya sebagai hal yang lumrah saja," ujar Indria Samego kepada Tribunnews.com, Jumat (28/7/2017).
Yang paling penting menurut Indria Samego, SBY dan Prabowo harus konsisten dengan latar belakangnya, perwira TNI.
"Buat mereka, ideologinya harus "merah putih". Buktikan," tegasnya.
Sebelumnya, SBY menyebut tidak perlu ada koalisi untuk melakukan komunikasi dan kerjasama yang intensif dengan partai politik.
Pasalnya, dua koalisi yang sempat tercipta, yakni, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai sudah mengalami pergeseran yang fundamental.
"Kami berdua sepakat untuk meningkatkan kerjasama dan komunikasi sesama partai politik. Tidak perlu berkoalisi," tegas SBY di Kediamannya, Bogor, Kamis (27/7/2017)
Kerjasama yang dimaksud SBY, berada di ranah politik yang diharuskan harus memiliki adab dan mementingkan kebutuhan masyarakat Indonesia.
Bukan tanpa alasan, menurut dia, sebagai partai politik, rakyat memberikan amanah yang besar agar kepentingannya diutamakan.
Selain itu, SBY menjabarkan, komunikasi yang intensif antar petinggi partai politik diperlukan untuk melakukan koreksi terhadap pemerintah, ketika terjadi suatu hal yang tidak sesuai dengan kepentingan masyakarat.
"Jika kepentingan rakyat di tanah air tidak dipenuhi, maka wajib untuk melakukan koreksi dan hal itu secara moral sah dilakukan," kata dia.(*)