Pengamat: Kebutuhan Dana Operasional Transportasi Umum Sangat Besar
Kementerian Perhubungan RI (Kemenhub) merencanakan untuk pembelian bus senilai Rp 1 triliun di tahun 2018.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo
TRIBUNNEWS.COM, JAKART - Kementerian Perhubungan RI (Kemenhub) merencanakan untuk pembelian bus senilai Rp 1 triliun di tahun 2018. Ternyata biaya untuk mengoperasionalkan transportasi umum di Indonesia cukup besar.
"Belajar dari pola pemberian sejumlah armada bus ke daerah di tahun-tahun sebelumnya, ternyata tidak memberikan dampak yang berarti. Banyak kota yang sudah diberikan bus, namun justru sekarang belum dioperasikan karena kesulitan anggaran operasional. Bahkan, ada yang mangkrak akibat salah tata kelola operasional, seperti Gorontalo dan Manado. Halte dan bus sudah jadi bangkai hidup," ungkap Djoko Setijowarno (53), pengamat transportasi dan Akademisi Jurusan Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Semarang kepada Tribunnews.com, Minggu (6/8/2017).
Kemampuan finansial APBD kabupaten dan kota minim tidak lebih dari Rp 8 triliun. Rata-rata di bawah Rp 5 triliun. Bandingkan dengan Pemprov DKI Jakarta yang lebih dari Rp 70 triliun.
"Bantuan bus awal tahun ini saja hingga sekarang di banyak kota akan mangkrak juga. Contoh, Kota Solo dapat bantuan 45 bus, tidak mampu operasikan juga sampai sekarang karena tidak ada dana operasi. Demikian pula di beberapa kota lainnya," kata Djoko.
Dalam Renstra (rencana strategi) Perhubungan 2015-2019, ada 34 kota yang harus punya transportasi umum berbasis jalan raya. Sekarang baru satu kota, yakni Mataram (NTB).
Baca: Terungkap Alasan SA Melahirkan Sendiri hingga Menyimpan Bayinya di dalam Freezer
Selain anggaran, juga kurang SDM mumpuni yang mengelola dan tidak ada kelembagaan yang mampu mengawasi.
"Belajar dari Trans Jawa Tengah koridor Bawen-Semarang sebaiknya tidak perlu ada lagi program pembagian bus ke daerah. Cukup dengan memberikan dana operasional. Dengan rencana anggaran Rp 1 triliun, dapat dioperasikan untuk 100 koridor BRT (Bus Rapid Transit)," kata Djoko.
Apabila setiap kota mendapat tiga koridor, maka kurun 1 tahun sudah bisa 33 kota terlayani. Sudah mendekati target 34 kota.
"Secara operasional, BPTD yang baru terbentuk di 25 wilayah dapat diminta untuk mengawasi penyaluran anggaran dan mengawasi operasional," ujarnya.
Untuk mencegah tidak terjadi kesalahpahaman dengan pengusaha dan sopir angkutan umum yang sudah ada, mereka harus dilibatkan sebagai operator. Perbankan di daerah dilibatkan juga untuk pembiayaan pengadaan bus.
"Move people not car". Itulah slogan Wali kota Surakarta Joko Widodo 2005-2012 dapat terwujud.
"Konsep menggeser tidak menggusur dapat dilakukan. Pasti tidak ada penolakan karena operatornya adalah pengusaha lama bukan baru. Dari manajemen perorangan beralih ke badan hukum," katanya.
Masyarakat akan mendapatkan layanan transportasi umum yang murah dan nyaman nantinya.