Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wiranto Cerita Soal Pelanggaran HAM di Timor Timur

Ada sejumlah unsur yang harus dipenuhi dalam suatu persitiwa, hingga akhirnya disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Wiranto Cerita Soal Pelanggaran HAM di Timor Timur
Tribunnews.com / Nurmulia Rekso Purnomo
Menkopolhukkam Wiranto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyebut suatu peristiwa sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, tidak bisa dilakukan sembarangan menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto.

Ada sejumlah unsur yang harus dipenuhi dalam suatu persitiwa, hingga akhirnya disimpulkan sebagai pelanggaran HAM berat.

Dalam pemaparannya di hadapan peserta Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), di Auditorium Lemhanas, Jakarta Pusat, Jumat (11/8/2017), ia mengatakan bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi antara lain adalah adanya aksi yang sistematis yang terencana.

Korbannya harus bersifat masal, terhadap kelompok, etnis atau penganut agama tertentu.

"Harus dilengkapi dengan upaya untuk genosida, menghabisakan suatu kelompok tertentu, (seperti) Rohingya, dulu ada Bosnia, ada sistematis, satu etnis tertentu, agama tertentu, sekte tertentu," katanya.

Kejahatan-kejahatannya juga bisa disebut sebagai 'crimes against humanity' atau kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti penculikan, pembunuhan hingga pemindahan orang secara paksa.

Syarat lainnya adalah aksi tersebut harus berbentuk kelanjutan dari kebijakan pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Ada lagi perysaratan, harus merupakan kelanjutan dari 'state policy' (red: kebijakan negara), kelanjutan dari kebijakan negara," terangnya.

Wiranto mengaku memahami banyak soal HAM, saat menjabat sebagai Menhankam Pangab (Menteri Pertahanan dan Keamanan serta Panglima ABRI), yang diberi tugas untuk mengawal jalannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Timor Timur, pada 1999 lalu.

"Waktu itu terjadi peanggaran HAM berat di Tim-Tim, sebelumnya kita tidak tahu apa sih, human right, pelanggaran HAM ebrat itu kaya apasih," katanya.

Baca: Pemeriksaan Novel di Singapura, KPK Tunggu Surat dari Polri

PascaPepera di mana mayoritas warga Timor-Timur meminta provinsi termuda Indonesia saat itu untuk berpisah, terjadi berbagai insiden yang kemudian dianggap sebagai Pelanggaran HAM berat oleh sejumlah pihak.

Wiranto menyebut hal tersebut sebagai nasib buruk, di mana berbagai insiden itu ditimpakan kesalahannya ke pemerintah Indonesia.

"Saya protes keras itu, saya itu mengamankan jajak pendapat, tujuh ratus TPS aman, dengan kondissi dua puluh tiga tahun berkelahi, kemudian diperintahkan jajak pendapat, diamankan, berhasil, aman tidak ada gejolak," ujarnya.

"Setelah yang satu kalah, satunya protes, ngamuk sendiri, kok dituduhkan ke kita, katanya pembiaran, tapi nggak apa apa, namanya nasib sial, tidak apa apa," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas