KPAI Minta PBNU Menahan Diri dan 'Tak Manfaatkan' Anak-anak
Unjuk rasa sekelompok santri yang videonya viral di media sosial beberapa hari belakangan ini terus menuai protes bahkan kecaman.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Unjuk rasa sekelompok santri yang videonya viral di media sosial beberapa hari belakangan ini terus menuai protes bahkan kecaman.
Karena dalam unjuk rasa menolak Permendikbud Nomor 23/2017 tentang Hari Sekolah tersebut, para santri mengeluarkan kata-kata yang bernada ancaman
Pada aksi tersebut, terlihat anak-anak menggunakan baju koko, sarung dan kopiah tengah dilengkapi spanduk dan membawa bendera NU seraya meneriakkan takbir dan memekikkan ucapan "bunuh, bunuh, bunuh menterinya, bunuh menterinya sekarang juga."
"Bila benar adanya, KPAI menyayangkan dan prihatin atas pelibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi yang diduga untuk menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Sebab, masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan," ujar Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty, dalam siaran persnya, Senin (14/8/2017) pagi ini.
Dia menegaskan ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak dalam aksi sebagaimana cuplikan video tersebut sangat tidak patut dan berbahaya bagi tumbuh kembang anak.
Pasalnya, anak-anak dididik dan disekolahkan agar nantinya mereka dapat lebih beradab dan berkasih sayang untuk hidup bermasyarakat.
"KPAI melihat dengan adanya ucapan atau ujaran kasar sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan etika dan moral kebangsaan kita. Apalagi hingga berteriak 'membunuh' hanya untuk menolak suatu kebijakan. Membunuh tidaklah dibenarkan dalam ajaran agama apapun, bertentangan dengan tata aturan perundang-undangan, dan bukan cerminan murni jiwa anak-anak," tegasnya.
Dengan adanya ucapan tidak patut dari anak-anak tersebut, KPAI prihatin adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak untuk kepentingan tertentu, seolah rasa kasih sayang di antara sesama anak bangsa sudah mulai luntur.
Karena itu, KPAI mengimbau agar semua pihak menahan diri dan tidak memanfaatkan anak untuk kegiatan atau aktivitas yang sangat membahayakan tumbuh kembangnya.
"Sebaiknya saluran aspirasi penolakan atas suatu kebijakan diganti dari melakukan aksi turun ke jalan, menjadi dialog untuk mencapai kesepakatan. KPAI percaya negara mendengar setiap aspirasi warga negaranya asalkan disampaikan dengan santun dan membuka diri untuk berdialog," tandasnya.
Sebagaimana diketahui aksi penolakan FDS tersebut dimotori oleh PBNU. Bahkan PBNU kabarnya menginstruksikan kadernya untuk menggelar aksi penolakan terhadap kebijakan lima hari sekolah dalam sepekan tersebut.