Ketua KPK: Semestinya Koruptor Nggak Usah Dikasih Remisi
Agus Rahardjo menilai pemberian remisi terhadap 400 narapidana kasus tindak pidana korupsi oleh Kemenkumham sebaiknya tidak dilakukan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai pemberian remisi terhadap 400 narapidana kasus tindak pidana korupsi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sebaiknya tidak dilakukan, baik itu di hari kemerdekaan 17 Agustus atau pada hari raya keagamaan.
"Semestinya koruptor nggak usah dikasih remisi ya," kata Agus, Jumat (18/8/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Diketahui dari 400 nama yang mendapat remisi 17 Agustus kemarin, ada nama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan mantan PNS Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan P Tambunan.
Nazaruddin mendapat remisi lima bulan, sedangkan Gayus enam bulan.
Meski menilai para koruptor tidak perlu diberi remisi, menurut Agus pemberian remisi ini bukanlah kewenangan dari lembaganya.
"Tadi kan soal remisi itu bukan kewenangan KPK, tapi Kemenkumham," tambah Agus.
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Ma'mun mengklaim pemberian remisi untuk Gayus sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006, sedangkan Nazaruddin atas rekomendasi dari KPK.
"Kalau Gayus itu berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 2006 syaratnya tidak harus ada 'justice collaborator'. Kalau Nazaruddin itu beliau termasuk 'justice collaborator' di KPK sehingga KPK memberikan rekomendasi," tuturnya.
Diketahui Gayus Tambunan kini menjalani masa pidana penjara di Lapas Kelas III Gunung Sindur Bogor sampai 21 Agustus 2035. Gayus Tambunan merupakan terpidana kasus suap, pencucian uang, gratifikasi, dan pemalsuan paspor.
Sementara, M Nazaruddin menjalami masa pidana penjara di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung sampai 5 Oktober 2023.
Nazaruddin merupakan terpidana kasus suap pembangunan Wisma Atlet Hambalang untuk Sea Games XXVI Palembang dan gratifikasi serta tindak pidana pencucian uang.