MK Tolak Gugatan Status Kewarganegaraan yang Diajukan Ibunda Gloria Natapradja Hamel
Mahkamah menolak gugatan tersebut karena menurut majelis hakim permohonan Ira tersebut tidak beralasan menurut hukum.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak judicial review atau uji materi terkait status kewarganegaraan yang diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel.
Ira adalah ibunda Gloria Natapradja Hamel.
Gloria adalah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) pada upacara peringatan HUT RI ke-71 di Istana Negara pada 17 Agustus 2016 lalu yang sempat bermasalah karena status kewarganegarannya.
Mahkamah menolak gugatan tersebut karena menurut majelis hakim permohonan Ira tersebut tidak beralasan menurut hukum.
"Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Hakim Ketua Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (31/8/2018).
Dalam pertimbangannya majelis hakim menilai materi permohonan yakni Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (UU 10/2016) tidak bertentangan terhadap UUD 1945.
Pasl 41 berbunyi 'Anak yang Iahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan'.
Baca: KPK Geledah Dua Lokasi untuk Kasus Setya Novanto
Menurut Mahkamah, frasa mendaftarkan diri pada menteri melalui pejabat atau perwakilan RI palimg lambat 4 tahun setelah undang-undang tersebut diundangkan, justru untuk memberi pengakuan, jaminan dan perlindungan pada anak.
Menurut hakim, seorang anak yang kehilangan warga negara Indonesia karena disebabkan kelalaian dan tidak tahu. Nah, dasar tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar pengajuan tuntutan.
"Tapi karena kesalahan yang bersangkutan termasuk terjadi karena kelalaian atau ketidaktahuan. Kalau kelalaian dan tidak tahu tidak bisa digunakan sebagai dasar pengajuan tuntuan," kata hakim anggota Anwar Usman.
Lebih lanjut, mahkamah berpendapat pasal 41 adalah norma soal peralihan. Fungsi transisi untuk mengalihkan dari keadaan lama ke keadaan baru. Pasal tersebut dipandang bertujuan menjamin kepastian hukum dan mengatur hak-hak transisional yaitu dengan memberi WNI anak.
Caranya dengan mendaftarkan diri pada menteri melalui pejabat atau perwakilan RI palimg lambat emat tahun setelah undang-undang tersebut diundangkan.
"Dengan demikian, anak-anak yg dimaksud dalam Pasal empat puluh satu akan terhindar dari anak yang tidak punya kewarnegaraan atau kewarganeraan ganda," kata Anwar Usman.