Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Sinisme DPR Harus Jadi Cambuk bagi KPK Buktikan Diri Tak Bekerja karena Kepentingan

Tanggapan miring anggota DPR terhadap operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah merupakan hal biasa

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Pengamat: Sinisme DPR Harus Jadi Cambuk bagi KPK Buktikan Diri Tak Bekerja karena Kepentingan
ISTIMEWA
Sebastian Salang 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Sinisme atau catatan DPR harus menjadi cambuk bagi KPK untuk bekerja lebih profesional dan membuktikan bahwa lembaga antirasuah itu tidak bekerja berdasarkan agenda dan kepentingan politik."

Tanggapan miring anggota DPR terhadap operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah merupakan hal biasa. Jadi, KPK tidak perlu pusing mikirin hal itu.

Hal itu disampaikan Pengamat Politik Sebastian Salang kepada Tribunnews.com, Rabu (30/8/2017).

Jika DPR selalu mengeritik atau sinis terhadap kerja KPK, kata Sebastian, itu sangat bisa dipahami mengingat mayoritas yang ditangkap KPK adalah orang partai.

Misalnya, dia mencontohkan, Wali Kota Tegal yang baru ditangkap adalah orang partai juga.

"Sehingga tidak perlu heran dengan sikap Anggota DPR," ujar Sebastian kepada Tribunnews.com.

Berita Rekomendasi

Namun demikian, menurutnya, sinisme atau catatan DPR harus menjadi cambuk bagi KPK untuk bekerja lebih profesional dan membuktikan bahwa lembaga antirasuah itu tidak bekerja berdasarkan agenda dan kepentingan politik.

Diberitakan sebelumnya Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menganggap OTT yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Tegal, Selasa (29/8/2017), merupakan upaya pengalihan isu.

KPK menangkap Wali Kota Tegal Siti Masitha.

"Menurut saya ini kan mengembangkan opini publik. Kami sudut pandang politik saja. Setiap ada peristiwa pasti ada OTT," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8/2017).

Ia menambahkan hal itu sama seperti saat mantan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar melaporkan KPK ke Panitia Khusus Angket KPK karena merasa dikriminalisasi.

Syarifuddin menerima Rp 100 juta dari KPK sebagai biaya ganti rugi atas penyitaan yang dilakukan KPK.

Penyerahan uang dilakukan di ruang rapat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas