Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Todung Mulya Lubis: Indeks Negara Hukum Indonesia Tidak Mengalami Kemajuan

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Legal Roundtable Todung Mulya Lubis, Indeks negara hukum Indonesia tidak mengalami kemajuan.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Todung Mulya Lubis: Indeks Negara Hukum Indonesia Tidak Mengalami Kemajuan
Rina Ayu/Tribunnews.com
Diskusi dan peluncuran buku "Indeks Negara Hukum Indonesia 2016" di The Akmani Hotel, Jakarta pusat, Selasa (5/9). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks negara hukum Indonesia tahun 2016 masih dikatakan belum mengalami kemajuan.

Dari skala 1-10 survei dan analisis yang dilakukan Indonesia Legal Roundtable hanya memberikan angka 5,31 bagi Indeks Hukum di Indonesia, Selasa (5/9/2017), di Hotel The Armakani, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Legal Roundtable Todung Mulya Lubis, Indeks negara hukum Indonesia tidak mengalami kemajuan.

"Turun 0.01 dari tahun sebelumnya (2015) 5,32 menjadi 5,3. Padahal passing gradenya berada di angka 6 untuk sebuah negara hukum," ujar Todung Mulya Lubis.

Hasil survei dan analisis dicetak dalam sebuah buku berjudul "Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2016".

Indonesian Legal Roundtable (ILR) menggunakan 5 prinsip, yakni ketaatan Pemerintah terhadap hukum, legalitas formal, kekuasaan kehakiman yang merdeka, akses terhadap keadilan, dan hak asasi manusia.

Prinsip pertama, pemerintahan berdasarkan ketaatan Pemerintah terhadap hukum mendapatkan skor 5,62.

BERITA TERKAIT

"Ini sebenarnya lebih ke persoalan lapangan, saya percaya bahwa komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum, mengisi dan mewujudkan negara hukum itu sudah cukup kuat," ujar Todung Mulya Lubis.

Prinsip kedua, legalitas formal seperti penyebaran peraturan, kejelasan rumusan peraturan, dan stabilitas peraturan, hasil survei mendapatkan skor 5,77.

"Tapi dari segi enforcement, ketaatan hukum dari regulasi, dari aspek independen di peradilan memang masih banyak masalah di lapangan," kata Todung.

Prinsip ketiga, independensi kekuasaan kehakiman mendapatkan skor 5,74.

Todung mempertanyakan kenapa independensi belum bisa diwujudkan dalam lembaga peradilan di Indonesia.

"Sebetulnya kan independensi di lapangan kenapa ga bisa kita wujudkan. Padahal sudah ada remunerasi yang bagus, gajinya lumayan, sudah ada Komisi Yudisial yang membantu proses pengawasan dan seleksi serta sudah ada transparansi akses peraturan yang dibantu oleh teknologi,"kata Todung.

Ia menyayangkan masalah praktik KKN masih saja terjadi di aparat-aparat penegak hukum.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas